Utang Obat Capai Rp18,5 Miliar, Direktur RSUD Kota Prabumulih: Ini PR Rumah Sakit

PRABUMULIH, KORANPRABUMULIHPOS.COM - Dalam sepekan ini, kabar tak mengenakkan datang dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Prabumulih.

RSUD Kota Prabumulih dikabarkan memiliki hutang terkait pengadaan obat-obatan telah mencapai Rp18,5 miliar, sementara untuk bahan medis habis pakai (BMHP) dan reagen mencapai Rp4,3 miliar.

Tentu saja, hal ini mengundang perhatian publik. Apalagi mencuat dugaan praktik korupsi dalam pengadaan obat-obatan yang disoroti oleh organisasi masyarakat (Ormas) Suara Informasi Rakyat Sriwijaya (SIRA).

SIRA bahkan menggelar aksi orasi di depan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan untuk mendesak penyelidikan lebih lanjut terhadap dugaan penyimpangan dalam pengadaan obat di RSUD Prabumulih.

BACA JUGA:Produksi Meningkat, Pendapatan Prabumulih Field Tembus USD 348 Juta: Raih Penghargaan dari Production Summit

BACA JUGA:Edukasi Keselamatan Lalu Lintas Sejak Dini; Siswa TK Pertiwi Prabumulih Antuasias Ikut Program Polsanak

Dalam orasinya, SIRA menuntut transparansi dan klarifikasi terkait pengelolaan keuangan di rumah sakit milik pemerintah kota tersebut.

Menanggapi isu tersebut, Direktur Utama (Dirut) RSUD Kota Prabumulih, drg. Sri Widiastuti, akhirnya memberikan penjelasan. Ia mengonfirmasi adanya utang terkait pembelian obat di RSUD tersebut.

Menurut drg. Sri, masalah ini bukanlah hal baru, melainkan akumulasi dari utang yang ditinggalkan oleh para pengurus sebelumnya.

"Setiap direktur terdahulu meninggalkan hutang, kami berusaha mencicilnya hingga sekarang," ungkap drg. Sri dalam wawancaranya.

BACA JUGA:Panen Jagung Hibrida, Kapolres Prabumulih Ajak Warga Optimalkan Lahan Tidur

BACA JUGA:Bagikan Helm ke Pengendara, Kapolres Prabumulih: Kepala Organ Vital Bisa Beresiko Fatal

Namun, ia juga menegaskan bahwa setiap direktur yang menjabat sebelumnya meninggalkan utang yang menjadi bagian dari masalah keuangan rumah sakit, yang terus diupayakan untuk diselesaikan.

Ia menambahkan bahwa pihaknya kini menunggu hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengetahui besaran total utang tersebut.