JAKARTA, KORANPRABUMULIHPOS.COM - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memutuskan bahwa negara mengalami kerugian hingga Rp300 triliun akibat kasus korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada periode 2015–2022.
Hakim anggota, Suparman Nyompa, menyatakan bahwa kerugian negara tersebut telah terbukti melalui hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang disampaikan dalam sidang.
"Dengan bukti tersebut, unsur yang menunjukkan kerugian negara atau perekonomian negara telah terbukti," kata Suparman saat pembacaan putusan pada Senin.
Suparman merinci bahwa kerugian negara meliputi Rp2,28 triliun dari kerja sama penyewaan alat pengolahan timah yang tidak sesuai prosedur, Rp26,65 triliun akibat pembayaran bijih timah dari tambang ilegal, dan Rp271,07 triliun akibat kerusakan lingkungan.
BACA JUGA:18 Paket Sabu Gagal Edar di Prabumulih: 1 Warga Mabes Diamankan Satresnarkoba, 1 DPO
Ia juga menjelaskan bahwa sejumlah terdakwa serta korporasi yang terlibat dalam kasus ini telah menikmati uang yang merugikan negara. Di antaranya adalah Amir Syahbana, Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung (2021–2024), yang menerima Rp325,99 juta, dan Suparta, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), yang menerima Rp4,57 triliun.
Selain itu, terdapat sejumlah pihak lain, seperti Tamron alias Aon yang menerima Rp3,66 triliun melalui CV Venus Inti Perkasa (VIP), serta Robert Indarto yang menerima Rp1,92 triliun melalui PT Sariwiguna Binasentosa (SBS).
Kerugian negara lainnya melibatkan Suwito Gunawan alias Awi melalui PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) yang menerima Rp2,2 triliun, Hendry Lie melalui PT Tinindo Inter Nusa (TIN) yang menerima Rp52,57 miliar, dan 375 mitra jasa usaha pertambangan yang totalnya mencapai Rp10,38 triliun.
Uang juga mengalir ke CV Indo Metal Asia dan CV Koperasi Karyawan Mitra Mandiri (KKMM) yang menerima Rp4,14 triliun, serta sejumlah direktur PT Timah periode 2016–2021.
Suparman juga mengungkapkan adanya dana sebesar Rp420 miliar yang dihimpun dari para smelter swasta melalui PT Quantum Skyline Exchange (QSE), yang dikelola oleh perpanjangan tangan PT RBT, Harvey Moeis dan Helena Lim. Dana tersebut tidak tercatat secara jelas, dan penggunaannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
"Oleh karena itu, para terdakwa yang menikmati hasil korupsi ini diwajibkan membayar uang pengganti atas kerugian negara," tegas Suparman.
Dalam putusan tersebut, Harvey Moeis divonis enam tahun enam bulan penjara, denda Rp1 miliar dengan subsider pidana kurungan enam bulan, dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar dengan subsider dua tahun penjara.
Suparta, yang terlibat sebagai Direktur Utama PT RBT, dijatuhi hukuman penjara delapan tahun, denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan enam bulan, serta uang pengganti sebesar Rp4,57 triliun dengan subsider enam tahun penjara.
Sementara itu, Reza Andriansyah, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, dijatuhi hukuman lima tahun penjara dan denda Rp750 juta dengan subsider pidana kurungan tiga bulan.(*)