Bawaslu Sumsel Ungkap Potensi Pemungutan Suara Ulang di Pilkada 2024
Bawaslu Sumsel Ungkap Potensi Pemungutan Suara Ulang di Pilkada 2024--Foto: Prabupos
BACA JUGA:Duh... IRT Asal Indralaya jadi Korban Copet di Bawah Jembatan Ampera, Ini Barang yang Hilang
“Saat ini, kami masih memverifikasi laporan dan mengumpulkan bukti-bukti. Kami akan mengikuti prosedur yang berlaku sebelum mengambil langkah lebih lanjut,” jelasnya.
Proses pengambilan keputusan terkait PSU harus dilakukan dengan sangat hati-hati, mengingat dampaknya terhadap hasil Pilkada.
Bawaslu Sumsel berhadapan dengan tantangan besar dalam menjaga integritas Pilkada 2024. Dugaan politik uang yang meluas di berbagai daerah dan pelanggaran lainnya menunjukkan potensi manipulasi yang dapat merusak proses demokrasi.
“Praktik politik uang sangat berbahaya karena merusak kualitas demokrasi dan menghasilkan kepemimpinan yang tidak sepenuhnya mencerminkan kehendak rakyat. Kami mendorong masyarakat untuk berani melaporkan setiap pelanggaran yang mereka temui,” kata Naafi.
Bawaslu juga menekankan pentingnya pengawasan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat, lembaga pengawas, dan aparat penegak hukum, untuk memastikan Pilkada berjalan secara adil dan jujur.
Meskipun situasi ini menunjukkan adanya masalah serius, Bawaslu tetap optimis bahwa Pilkada 2024 dapat menghasilkan pemimpin yang sah dan dipilih oleh rakyat.
Bawaslu berkomitmen untuk menindaklanjuti semua laporan yang diterima dengan penuh profesionalisme dan transparansi. Mereka berharap hasil Pilkada dapat mencerminkan aspirasi rakyat yang sesungguhnya.
Bawaslu Terima Laporan Pelanggaran Berat di Pilkada Sumsel
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Sumatera Selatan menjadi perhatian besar, mengingat sejumlah laporan pelanggaran yang terjadi, baik di Pilkada Gubernur maupun di Pilkada tingkat kabupaten/kota.
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sumsel mengungkapkan bahwa berbagai pelanggaran, mulai dari yang ringan hingga yang berat, telah dilaporkan kepada mereka. Anggota Bawaslu Sumsel, Ahmad Naafi, mengonfirmasi hal ini.
“Kami terus menerima laporan tentang pelanggaran dalam Pilkada, baik di tingkat gubernur maupun kabupaten/kota,” ujarnya saat dihubungi pada Selasa (26/11).
Naafi menyebutkan bahwa laporan yang diterima mencakup berbagai pelanggaran, mulai dari pemasangan alat peraga kampanye (APK) di masa tenang hingga pelanggaran berat seperti politik uang, keterlibatan ASN, hingga adanya pemilih yang tidak menerima surat suara, pemilih dari luar daerah yang memilih di Sumsel, dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat pemerintah.
“Politik uang menjadi pelanggaran yang cukup menonjol. Daerah-daerah yang melaporkan dugaan praktik politik uang antara lain Lubuk Linggau, Ogan Komering Ilir (OKI), Palembang, dan beberapa daerah lainnya,” jelas Naafi.
Berbagai modus politik uang yang terlaporkan mencakup pemberian uang tunai dan barang sebagai imbalan dukungan suara.