PALEMBANG, KORANPRABUMULIHPOS.COM - Hendri Zainuddin, mantan Ketua Umum KONI Sumsel, dijatuhi hukuman 1 tahun penjara setelah terbukti menyalahgunakan kewenangan dalam penggunaan dana hibah KONI tahun 2021. Sidang yang berlangsung pada Selasa, 10 September 2024, di Pengadilan Negeri Palembang, dipimpin oleh Majelis Hakim Efiyanto SH MH.
Hakim menyatakan bahwa Hendri Zainuddin melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 Jo Pasal 55 KUHPidana tentang tindak pidana korupsi. Dalam putusannya, hakim memutuskan hukuman penjara 1 tahun dan denda Rp50 juta subsider 2 bulan kurungan.
Hendri Zainuddin dinilai telah menyalahgunakan kewenangannya dengan meminjam dana deposito KONI Sumsel sebesar Rp400 juta untuk membayar gaji pemain dan pelatih Sriwijaya FC, bukan untuk kegiatan yang seharusnya, seperti PON Papua dan Porprov OKU Raya. Meskipun saksi menyebut dana tersebut sebagai pinjaman, hakim menilai bahwa penggunaan tersebut merupakan penyalahgunaan dana hibah.
Putusan juga mempertimbangkan kesaksian dari 38 saksi dan 2 ahli. Hakim memutuskan bahwa Hendri Zainuddin telah mengembalikan kerugian negara, sehingga tidak dikenakan pidana tambahan uang pengganti. Faktor yang meringankan termasuk sikap sopan selama persidangan dan statusnya sebagai tulang punggung keluarga.
BACA JUGA:Sindikat Ganjal ATM Terbongkar, Dua Tersangka Diduga Kuras Rp107 Juta
BACA JUGA:Innalilahi...Mayat Remaja Putri Ditemukan di Kuburan Cina Palembang
Vonis ini lebih ringan daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel yang mengajukan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara. Baik Hendri Zainuddin maupun tim JPU menyatakan pikir-pikir mengenai putusan tersebut.
Kasus ini juga menjerat dua pelaku lainnya: Suparman Roman, mantan Sekretaris Umum KONI Sumsel, yang dihukum 1 tahun 8 bulan penjara, dan Ahmad Tohir, mantan Ketua Harian KONI Sumsel, yang divonis 1 tahun 4 bulan penjara. Keduanya terbukti melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No.20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana, dengan tuntutan lebih tinggi dari putusan yang dijatuhkan.