JAKARTA, KORANPRABUMULIHPOS.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengambil langkah signifikan dengan menyetujui penyelesaian sebanyak 32 perkara tindak pidana dari berbagai wilayah melalui pendekatan restorative justice, setelah tercapainya kesepakatan damai antara pihak-pihak yang terlibat.
Dalam sebuah konferensi pers yang berlangsung di Jakarta pada hari Selasa, 17 September 2024.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Asep Nana Mulyana menjelaskan bahwa Kejagung telah memberikan persetujuan terhadap 32 permohonan penyelesaian perkara yang menggunakan mekanisme restorative justice. Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kedua bagi pelaku dan korban.
"Pemberian penghentian penuntutan melalui keadilan restoratif ini dilatarbelakangi oleh adanya proses perdamaian, di mana tersangka telah menyampaikan permohonan maafnya dan korban juga telah memberikan maaf," kata Asep.
BACA JUGA:Kritik Dokter Detektif Bikin Pemilik Skincare Geger: Dari Air Mata hingga Penyangkalan
BACA JUGA:Dari Cimahi ke Madinah: Kisah Inspiratif Pasangan Bersepeda Menuju Tanah Suci Selama 207 Hari
Hal ini menunjukkan pentingnya komunikasi dan rekonsiliasi dalam proses hukum.
Perkara-perkara yang dihentikan tersebut meliputi berbagai jenis kejahatan, seperti pencurian, pengeroyokan, penadahan, dan penggelapan.
Asep menambahkan bahwa para tersangka yang terlibat telah memenuhi syarat untuk mendapatkan restorative justice. Mereka telah mencapai kesepakatan damai dan belum pernah dihukum sebelumnya.
"Dari 32 orang yang terlibat, mayoritas adalah pelanggar yang melakukan tindak pidana untuk pertama kali, dengan ancaman hukuman denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun," jelas Asep.
BACA JUGA:Seminar Anti Korupsi, Kejaksaan Negeri Prabumulih Ajak Mahasiswa Berperan Aktif
BACA JUGA:Jadi Tahanan Kejaksaan, Bidan ZN Dikirim ke Rutan
Ini menunjukkan bahwa sistem hukum berusaha memberikan peluang bagi individu untuk memperbaiki kesalahan mereka.
Sebagai langkah lanjutan, JAM-Pidum menginstruksikan kepada seluruh Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif.
Kebijakan ini sejalan dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 yang dikeluarkan pada 10 Februari 2022 mengenai pelaksanaan penghentian penuntutan.