Jembatan Tapus di OKI Ambruk, Truk Sawit Diduga Jadi Penyebab Utama

Jembatan Tapus di OKI Ambruk, Truk Sawit Diduga Jadi Penyebab Utama. Foto: sumeks.co--
OKI – Warga Desa Tapus, Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), dikejutkan dengan jebolnya jembatan penghubung antar desa yang selama ini menjadi akses vital masyarakat setempat. Kondisi ini diduga akibat sering dilalui truk-truk besar yang membawa muatan kelapa sawit.
Sejumlah warga menuturkan, kendaraan bertonase berat tersebut melintasi jembatan hampir setiap hari, menyebabkan struktur jembatan cepat rusak. Tak hanya jembatan, jalan di sekitar lokasi juga mengalami kerusakan parah, sehingga membahayakan pengguna jalan.
Salah satu warga, Aris, mengungkapkan, masalah ini bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, Jembatan Desa Tanjung Aur di Kecamatan Jejawi pernah mengalami kondisi serupa.
“Kerusakan jalan dan jembatan ini sudah sering terjadi. Dulu Tanjung Aur, sekarang Tapus. Dampaknya jelas mengganggu aktivitas sehari-hari,” jelasnya pada Minggu, 7 September 2025.
Menurut Aris, truk-truk bermuatan sawit yang melintas adalah milik perusahaan yang setiap hari mengangkut hasil perkebunan dari Kecamatan Tulung Selapan menuju pabrik di Kabupaten Banyuasin.
Dari hasil pemeriksaan Dinas Pekerjaan Umum, ditemukan retakan serius pada struktur jembatan, terutama pada sambungan dan girder, yang melemah akibat beban berlebih.
Padahal, Bupati OKI, H. Muchendi Mahzareki, melalui Dinas Perhubungan, telah menetapkan larangan bagi kendaraan bermuatan lebih dari 5 ton untuk melintas di Jembatan Tanjung Aur dan Tapus. Sayangnya, aturan tersebut ternyata belum dijalankan secara efektif di lapangan.
Kepala Desa Tapus, Ujang Sori, menekankan bahwa kerusakan jembatan berdampak langsung terhadap keseharian warga.
“Akses transportasi terganggu, distribusi hasil pertanian terhambat, dan anak-anak kesulitan pergi ke sekolah. Kami berharap perusahaan mematuhi aturan dan tidak membawa muatan berlebih lagi,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum LSM Persatuan Masyarakat Anti Korupsi (Permak), Hernis, menilai lemahnya pengawasan menjadi celah bagi pelanggaran aturan tonase. Ia menekankan, perbaikan jembatan akan membutuhkan biaya besar dari APBD, padahal penyebab kerusakan berasal dari aktivitas perusahaan.
“Jika aturan dilanggar tanpa sanksi, ini jelas pembiaran. Kerugian yang ditimbulkan bisa masuk ranah pidana karena merugikan masyarakat dan negara,” tegas Hernis.
Pemerintah daerah diminta untuk bersikap tegas, bukan hanya memberikan peringatan, agar jembatan penghubung desa tetap aman dan masyarakat dapat kembali menjalani aktivitasnya tanpa terganggu.(*)