KUPANG, KORANPRABUMULIHPOS.COM - Dr. Johanes Tuba Helan, seorang ahli hukum administrasi negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana), menegaskan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat dibatalkan oleh lembaga legislatif atau eksekutif.
"Di dalam sistem demokrasi, keputusan yang diambil oleh lembaga yudikatif tidak dapat dibatalkan oleh lembaga legislatif maupun eksekutif," ujar Johanes Tuba Helan di Kupang pada hari Kamis, menanggapi kesepakatan dalam Rapat Panja RUU Pilkada.
Dia menambahkan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) wajib mengikuti keputusan MK sebagai dasar hukum untuk pelaksanaan Pilkada serentak 2024.
"Jika KPU mengabaikan keputusan MK, maka pelaksanaan Pilkada bisa melanggar hukum, dan KPU bisa diminta pertanggungjawaban secara hukum," jelasnya.
BACA JUGA:2023, BPKP Selamatkan Keuangan Negara Senilai Rp21,89 Triliun
BACA JUGA:Ampun Bang Jago! Ratusan STM Datang dan Mengguncang Aksi di Gedung DPR
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan pemerintah telah sepakat untuk melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 atau RUU Pilkada dalam rapat paripurna DPR yang akan datang untuk disahkan menjadi undang-undang.
Kesepakatan ini tercapai dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada Baleg DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada hari Rabu.
Delapan fraksi di Baleg DPR RI mendukung pembahasan lebih lanjut RUU Pilkada. Fraksi-fraksi tersebut adalah Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Demokrat, Fraksi Golkar, Fraksi PKS, Fraksi NasDem, Fraksi PAN, Fraksi PKB, dan Fraksi PPP, sedangkan Fraksi PDI Perjuangan menolak pembahasan RUU Pilkada untuk dijadikan undang-undang.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mewakili pemerintah menyatakan persetujuannya agar RUU Pilkada dilanjutkan ke rapat paripurna.
BACA JUGA:Viral di Media Sosial! Suami Ditangkap saat Pernikahan Istri Muda, Istri Pertama Tampil Elegan
BACA JUGA:Viral Konten 'Garuda Diinfus': Peringatan Darurat Menyoroti Kinerja DPR
Dua materi penting dalam RUU Pilkada yang disepakati dalam Rapat Panja adalah sebagai berikut:
Pertama, penyesuaian Pasal 7 UU Pilkada mengenai syarat usia pencalonan sesuai dengan keputusan Mahkamah Agung (MA).
Pasal 7 ayat (2) huruf e, disepakati menetapkan usia minimal 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur, serta 25 tahun untuk calon bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih.