JAKARTA - Rizky Febian dan Mahalini akan menikah beda agama hari ini di Bali, 5 Mei 2024.
Dalam hukum islam, sudah terdapat fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang pernikahan beda agama.
BACA JUGA:Ini 5 Jenis Hewan yang Jarang diketahui Manusia, Nomor 2 dan 3 dari Indonesia
BACA JUGA:Ini 5 Jenis Hewan yang Jarang diketahui Manusia, Nomor 2 dan 3 dari Indonesia
MUI dalam Fatwa Nomor 4 Tahun 2005 tentang perkawinan beda agama memutuskan pertama, perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.
Kedua, perkawinan laki-laki Muslim dengan wanita ahli kitab, menurut qaul mu’tamad (pendapat yang diunggulkan), adalah haram dan tidak sah, karena menurutnya sudah sangat susah atau bahkan langka kita dapatkan saat ini seorang wanita ahli kitab.
Dikutip dari laman resmi MUI, Ketua MUI Kabupaten Mimika, KH. Muh Amin, menegaskan bahwa larangan tersebut didasarkan pada Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2005 yang mengacu pada konteks kehidupan rumah tangga di Indonesia dan sejumlah dalil, baik dari Alquran maupun hadis.
Ketua MUI Mimika menjelaskan, Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2005 itu menjadi panduan bagi umat Islam bahwa nikah beda agama secara syariat itu tidak sah.
BACA JUGA:Smartphone Vivo V11 Pro, HP Spek Gaming Dengan Desain Stylish, Intip Harganya
BACA JUGA:Asus Zenfone 11 Ultra: Lupakan Bodi Kompak, Ukuran Lebih Besar Menjanjikan Fitur yang Dahsyat
Sekretaris MUI, Kabupaten Mimika, Ust. Abdul Syakir, menyampaikan pandangannya tentang pernikahan beda agama jika dilihat dari segi Hukum Nikah Agama menurut Kompilasi Hukum Islam.
Menurutnya dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 40 huruf c seorang laki-laki musliim dilarang melangsungkan pernikahan dengan perempuan non-muslim.
Sementara pada pasal 44 seorang perempuan muslim dilarang melangsungkan pernikahan dengan seorang laki-laki non-muslim.
Perkawinan beda agama dilarang Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 2 ayat (1) yang berbunyi: “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”.
Kemudian ayat 2 pasal 2 berbunyi; “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”