JAKARTA, KORANPRABUMULIHPOS.COM– Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menyampaikan peringatan serius terkait kondisi keuangan lembaga. Jika tidak ada kebijakan penyesuaian iuran, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diprediksi akan mengalami defisit mulai Juni 2026.
Keterangan tersebut disampaikan Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Prof. Abdul Kadir, dalam sebuah forum di Jakarta, Kamis (9/10/2025). Ia mengungkapkan bahwa berdasarkan perhitungan aktuaria, kemampuan BPJS Kesehatan untuk membayar klaim rumah sakit hanya bertahan hingga pertengahan tahun depan.
“Kalau berdasarkan hitungan aktuaria, kami hanya bisa bertahan sampai Juni 2026,” ujar Abdul kepada wartawan.
“Setelah bulan itu, tanpa adanya penyesuaian kebijakan, BPJS Kesehatan berisiko mengalami defisit dan gagal bayar klaim.”
Klaim Membengkak, Pendapatan Tidak Mengimbangi
Ancaman defisit ini dipicu oleh meningkatnya beban pelayanan kesehatan yang harus ditanggung BPJS. Pada tahun 2025, total klaim diperkirakan mencapai Rp201 triliun—melonjak drastis dari Rp175 triliun pada tahun sebelumnya. Sementara itu, pendapatan dari iuran peserta tidak tumbuh secepat peningkatan biaya klaim.
BACA JUGA:Bunda PAUD Kota Prabumulih Resmi Dikukuhkan, Tegaskan Komitmen Majukan Pendidikan Anak Usia Dini
Saat ini BPJS Kesehatan masih “selamat” berkat aset neto dari surplus tahun-tahun sebelumnya. Namun dana cadangan tersebut terus tergerus dan diperkirakan habis pada pertengahan 2026.
Penyesuaian Iuran Masuk Pembahasan Pemerintah
Di tengah ancaman krisis finansial ini, opsi penyesuaian atau kenaikan iuran BPJS Kesehatan kembali menguat. BPJS Kesehatan mengaku telah menyiapkan simulasi dan rekomendasi skenario pendanaan sebagai bahan pertimbangan pemerintah.
Namun Abdul Kadir menegaskan bahwa keputusan akhir tidak berada di tangan BPJS, melainkan di level pemerintah pusat.
“Kebijakan soal iuran ada di pemerintah, terutama Presiden, Menteri Keuangan, dan DJSN. Kami hanya menyiapkan kajian teknisnya,” jelasnya.
Ia menambahkan, setiap kebijakan baru harus dikomunikasikan dengan baik agar tidak memicu kegaduhan di masyarakat.
“Prinsipnya, perubahan harus hati-hati. Rasio pembiayaan sekarang sudah melewati 100%, jadi penyesuaian memang diperlukan,” tambahnya.