Sederet Masalah yang Bakal Muncul Imbas Kenaikan Pajak BBM 10%
Foto: Chelsea Olivia Daffa--
Jakarta - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menaikkan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) menjadi 10% melalui penerbitan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji memberikan catatan terhadap kebijakan tersebut.
"Dari pemantauan kami berbeda-beda Perda antar daerah. Ada yang berlaku proaktif, kemudian sosialisasi kita rasakan kurang, dan masalah sosial lainnya. Jadi kami mengimbau itu betul-betul diperhatikan oleh Pemda setempat. (Apalagi) karena ini kita tahu semua ini masa pemilu sebentar lagi," kata Tutuka, ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Selasa (30/1/204).
Selain masalah sosial, aturan tersebut juga berpotensi menimbulkan sejumlah masalah teknis. Terutama menyangkut aturan yang menyebut tarif PBBKB untuk bahan bakar kendaraan umum ditetapkan sebesar 50% dari tarif PBBKB untuk kendaraan pribadi.
BACA JUGA:Jokowi Turun Tangan Cegah Proyek Mangkrak, Bentuk Tim Khusus
"Kemudian, saya tegaskan lagi bahwa ada permasalahan teknis juga dalam pelaksanaan. Karena berbeda antara pribadi dan kepentingan umum. Kalau beda begitu berarti dibedakan di SPBU-nya, di dispensernya," ujar Tutuka.
"Padahal badan usaha niaga (BU) Pertamina dan yang lain belum nyiapkan itu. Samain saja tepatnya kan? Tangki di bawah juga demikian. Permasalahan teknis itu jadi masalah operasional," sambungnya.
Tutuka juga menilai, terdapat perbedaan nantinya pada wajib pajak dengan wajib pungut dengan Undang-undang yang berlaku saat ini. Dengan begitu, menurutnya implikasi di lapangan harus dicermati betul-betul.
"Dalam sekarang ini kan wajib pajak mau dimasukan. Siapa yang disebut wajib pajak, definisi itu harus jelas," imbuhnya.
BACA JUGA:CEO Google Beri Peringatan ke Semua User Android, Ada Apa?
Di sisi lain, Tutuka mengatakan, pemerintah pusat sendiri memang memberikan kewenangan untuk pemda menaikkan pajaknga maksimal hingga 10%. Namun demikian, kriteria dalam mengizinkan kenaikan pajak itu belum ada sehingga pemda bebas mengambil langkah.
"Kalau menurut saya harus ada kriterianya, yang 10% itu apa. Ini nggak ada. Jadi petunjuk teknis dari UU atau aturan turunan itu yang menurut saya diperlukan sebetulnya," kata Tutuka.
Tutuka juga merasa bahwa Pemprov DKI tidak melibatkan ESDM dalam mengambil keputusan kenaikan pajak ini. Oleh karema itu, dengan kondisi ini, Tutuka pun memutuskan untuk bersurat ke Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan karena hal berhubungan dengan sektor migas dalam mendistribusikan BBM. Adapun draft surat tersebut telah dikirimkannya pada hari ini.
"Kita nggak sampai (minta implementasi Perda) ditunda, karena itu bukan wewenang kami. Tapi kami menghimpun permasalahan yang ada banyak. Pelaksanaannya harus diperhatikan betul karena akan menimbulkan dampak di masyarakat yang kami sudah lihat," ujar Tutuka.