Ketika Aspirasi Berubah Jadi Anarki: Demokrasi di Persimpangan Moral

--
Penulis: Dwiki Al Akhyar, S.Ud., M.Pd. (Pegiat Literasi Sumatera Selatan)
GELOMBANG aksi massa yang viral hari ini kembali membuka luka lama bangsa: bagaimana aspirasi publik sering bergeser menjadi kerusuhan yang merusak.
Fenomena penjarahan dan tindakan anarkis jelas tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun, meski didorong kekecewaan politik maupun ekonomi.
Negara hukum memberi ruang bagi rakyat menyampaikan pendapat secara sah, namun ruang itu kerap disalahgunakan hingga menimbulkan korban dan kerugian besar. Dalam pandangan Islam, kerusakan sosial justru semakin menjauhkan tujuan mulia amar makruf nahi munkar.
Karena itu, penting menegaskan bahwa perubahan sejati hanya lahir dari cara-cara beradab, bukan dari kerusakan yang memadamkan harapan rakyat kecil. Kesadaran kolektif ini harus tumbuh, agar demokrasi tidak berubah menjadi arena kekacauan yang menghancurkan kepercayaan publik terhadap perjuangan sosial.
Kritik Konteks Publik dan Moralitas Sosial
Hari ini publik dihebohkan oleh maraknya aksi anarkis dan penjarahan di tengah demonstrasi.
Massa yang melampiaskan amarahnya tidak hanya merusak fasilitas umum (Fasum), tetapi juga menyerang properti pribadi, membuat masyarakat resah dan trauma.
Tindakan ini menyimpang dari hakikat protes yang mestinya menyuarakan aspirasi secara damai. Ketika kerusuhan terjadi, pesan utama perjuangan hilang, tergantikan oleh bayangan ketakutan dan kekerasan.
Aspirasi politik tidak lagi terdengar karena tenggelam dalam suara kaca pecah dan api yang membakar. Inilah wajah demonstrasi yang kehilangan arah moral.
Hukum Indonesia jelas melarang tindakan merusak dan menjarah. Pasal 406 KUHP mengatur bahwa barang siapa dengan sengaja merusak atau menghancurkan milik orang lain dapat dipidana.
UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum juga menegaskan bahwa kebebasan berpendapat harus menjunjung tinggi hukum dan ketertiban.
Bahkan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM menekankan bahwa setiap kebebasan dibatasi oleh hak orang lain. Dengan demikian, aksi anarkis bukanlah bentuk demokrasi, melainkan kejahatan yang merusak nilai kebersamaan dan melukai keadilan sosial.
Demokrasi sering disalahartikan sebagai kebebasan tanpa batas. Padahal, hak berekspresi tidak identik dengan kebebasan merusak. Hukum mengajarkan bahwa kebebasan harus dilandasi tanggung jawab moral dan hukum.