KPK Dalami Dugaan Korupsi Kuota Haji Tambahan 2023–2024, Yaqut Jalani Pemeriksaan Panjang

KPK Dalami Dugaan Korupsi Kuota Haji Tambahan 2023–2024, Yaqut Jalani Pemeriksaan Panjang Foto: disway.id--

Achmad Ruhyadin, staf keuangan Asosiasi Mutiara Haji,

Arie Prasetyo, Manajer Operasional PT Zahra Oto Mandiri (Uhud Tour) periode Oktober 2024–sekarang,

Asrul Azis Taba, Ketua Umum Kesthuri sekaligus Komisaris PT Raudah Eksati Utama,

Eris Herlambang, staf PT Anugerah Citra Mulia.

BACA JUGA:KPK Bongkar Dugaan Korupsi Kuota Haji

BACA JUGA:Kejari Muara Enim Telusuri Dugaan Korupsi di Tubuh PMI, 72 Penyedia Dipanggil

Beberapa hari sebelumnya, tepatnya pada 28 Agustus 2025, penyidik juga sudah memanggil Fuad Hasan Masyhur, pengusaha pemilik biro perjalanan haji dan umrah Maktour Travel.

Kasus ini bermula dari pemberian kuota tambahan sebanyak 20.000 jemaah oleh pemerintah Arab Saudi pada musim haji 2023–2024. Berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pembagian kuota seharusnya mengikuti komposisi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.

Dengan demikian, dari tambahan 20.000 kuota, seharusnya dialokasikan 18.400 untuk reguler dan hanya 1.600 untuk khusus. Namun, menurut KPK, aturan tersebut tidak dipatuhi Kementerian Agama pada saat itu.

“Yang terjadi justru pembagian sama rata, 10.000 untuk reguler dan 10.000 untuk khusus. Padahal aturan jelas menyebut 92 persen dan 8 persen. Inilah yang kami nilai sebagai perbuatan melawan hukum,” terang Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu.

BACA JUGA:Tiga Mantan Stafsus Nadiem Makarim Dipanggil Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan Chromebook

BACA JUGA:Kejari Prabumulih Usut Dugaan Korupsi Dana PMI, 70 Orang Sudah Diperiksa

Dari hasil penyelidikan awal, KPK memperkirakan kerugian negara akibat penyimpangan pembagian kuota tambahan haji ini mencapai lebih dari Rp1 triliun. Jumlah tersebut masih bersifat sementara karena Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) saat ini tengah melakukan audit lebih rinci untuk memastikan total kerugian yang sebenarnya.

KPK sudah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum dalam perkara ini. Langkah tersebut diambil agar penyidik bisa melakukan upaya paksa, termasuk penggeledahan dan penyitaan dokumen.

Sprindik mengacu pada Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2021, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan
IKLAN
PRABUMULIHPOSBANNER