Efek Tarif Trump: Bitcoin Anjlok, Kripto Dilepas Massal

Bitcoin --

KORANPRABUMULIHPOS.COM – Gejolak pasar kripto kembali memanas setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan kebijakan tarif balasan terhadap puluhan negara pada Jumat (1/8). Langkah ini memicu aksi jual besar-besaran oleh investor, khususnya pada aset digital seperti Bitcoin dan kripto lainnya.

Dalam perdagangan hari Jumat, harga Bitcoin anjlok sekitar 3% dan diperdagangkan di kisaran US$ 113.231,41 per keping. Aset digital lain pun ikut terdampak. Ethereum (ETH) turun 6%, sementara Solana (SOL) melemah hingga 5%.

Mengutip laporan CNBC, Sabtu (2/8/2025), penurunan ini dipicu oleh langkah investor yang buru-buru melepas aset kripto demi menghindari kerugian lebih lanjut dan mengalihkan dana ke instrumen yang dianggap lebih stabil. Kondisi ini memicu gelombang likuidasi besar-besaran yang makin menekan harga pasar.

Dalam satu hari perdagangan tersebut, Bitcoin mencatat nilai likuidasi hingga US$ 228 juta atau sekitar Rp 3,76 triliun (dengan kurs Rp 16.513 per dolar AS). Sementara Ethereum mengalami likuidasi lebih tinggi, mencapai US$ 262 juta atau sekitar Rp 4,32 triliun.

Tak hanya pasar kripto, saham-saham perusahaan yang terkait dengan industri ini pun ikut terseret turun. Saham Coinbase, salah satu bursa kripto terbesar, ambles hingga 16%. Perusahaan lain seperti Circle merosot 8,4%, Galaxy Digital turun 5,4%, dan Bitmine Immersion yang fokus pada treasury Ether jatuh 7,4%.

Menurut CNBC, aksi jual ini terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran atas inflasi dan ketidakpastian kebijakan moneter, menyusul kebijakan tarif baru Trump yang berkisar antara 10% hingga 41%. Investor pun mulai menghindari aset berisiko tinggi seperti kripto, dan beralih ke instrumen yang lebih konservatif.

“Setelah lonjakan besar di bulan Juli, kini pasar sedang memasuki fase jeda yang sehat,” ujar Ben Kurland, CEO dari platform riset kripto DYOR. Ia menambahkan bahwa ini bukan krisis, melainkan momen penyesuaian saat investor menunggu katalis ekonomi baru.

“Tanpa pemicu makro yang signifikan, wajar jika arus modal sementara bergerak keluar dari aset spekulatif menuju aset yang lebih aman,” jelasnya. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan
IKLAN
PRABUMULIHPOSBANNER