JAKARTA, KORANPRABUMULIHPOS.COM - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar, baru-baru ini menjalani pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pemeriksaan ini terkait dugaan korupsi dalam pengelolaan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Provinsi Jawa Timur untuk periode anggaran 2019-2022.
"Saya sudah memberikan keterangan kepada penyidik KPK mengenai isu dana hibah di Jawa Timur. Semua sudah saya jelaskan, dan kini terserah penyidik," ungkap Abdul Halim Iskandar kepada wartawan pada Kamis, 22 Agustus 2024 di Gedung Merah Putih KPK.
Abdul Halim menegaskan bahwa ia tidak pernah menerima dana pokok pikiran (pokir) dari APBD Jawa Timur. "Tidak, saya tidak pernah menerima," tegasnya.
BACA JUGA:Ahli Hukum Sebut Putusan MK Tidak Bisa Dibatalkan oleh Legislatif
BACA JUGA:2023, BPKP Selamatkan Keuangan Negara Senilai Rp21,89 Triliun
Sebelumnya, KPK juga melakukan penggeledahan di Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Timur, namun Abdul Halim mengaku tidak mengetahui tentang penggeledahan tersebut. "Oh, saya tidak tahu," katanya.
Terbaru, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengungkapkan bahwa pihaknya telah memeriksa 90 orang saksi dari hari Senin, 19 Agustus 2024 hingga Kamis, 22 Agustus 2024. Saksi-saksi tersebut meliputi ketua kelompok masyarakat dan koordinator lapangan dari tiga kabupaten: Bojonegoro, Gresik, dan Lamongan.
Tessa juga menjelaskan bahwa dalam pemeriksaan tersebut ada tiga aspek utama yang sedang didalami oleh penyidik.
Pada Jumat, 12 Juli 2024, KPK telah menetapkan 21 tersangka dalam kasus korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat dari APBD Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2019-2022.
BACA JUGA:Ampun Bang Jago! Ratusan STM Datang dan Mengguncang Aksi di Gedung DPR
BACA JUGA:Viral di Media Sosial! Suami Ditangkap saat Pernikahan Istri Muda, Istri Pertama Tampil Elegan
Identitas tersangka belum dirinci lebih lanjut, tetapi diketahui bahwa tiga dari mereka adalah penyelenggara negara, sementara satu lagi adalah staf pejabat. Selain itu, 15 tersangka dari pihak swasta dan dua lainnya berstatus penyelenggara negara.(*)