Festival 17 Agustus di Palembang: Lomba Perahu Bidar yang Menyemarakkan Kemerdekaan

Sabtu 03 Aug 2024 - 00:54 WIB
Reporter : Tedy
Editor : Tedy

KORANPRABUMULIHPOS.COM  – Perayaan Hari Kemerdekaan di Palembang tidak lengkap tanpa lomba perahu bidar yang digelar setiap tahun di Sungai Musi. Acara tradisional ini selalu menarik perhatian masyarakat lokal yang berbondong-bondong memadati sekitar Jembatan Ampera dan Sungai Musi untuk menyaksikan kompetisi perahu.

Sejarah Perahu Bidar

Menurut buku 101 Travel Tips & Stories: Indonesia 2 karya Claudia Kaunang dkk., perahu bidar sudah ada sejak era Kesultanan Palembang Darussalam. Pada masa itu, perahu bidar digunakan untuk patroli di Sungai Musi. Awalnya, perahu ini dikenal dengan nama Perahu Pancalang, yang berasal dari kata "pancal" (lepas) dan "ilang" (hilang). Pancalang menggambarkan perahu yang lepas dari tambatannya dan melaju dengan cepat.

Bidar sendiri merupakan singkatan dari biduk layar, sebuah olahraga tradisional yang berasal dari kebiasaan masyarakat pesisir Sungai Musi yang menggunakan perahu sebagai sarana transportasi. Kini, bidar telah menjadi olahraga tradisional yang dipertandingkan pada perayaan 17 Agustus dan ulang tahun Kota Palembang.

BACA JUGA:Rahasia Resep Tekwan Khas Palembang, Coba Yuk di Rumah!

BACA JUGA:Merawat Persatuan Suku Sasak Lewat Tradisi Biso' Gegaman

Ukuran Perahu Bidar

Dalam buku Sumatera Selatan Memasuki Era Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua: Sumatera Selatan-PJPT II, dijelaskan bahwa perahu bidar terbuat dari kayu yang tahan air, seperti kayu bulian, rengas, merawan, bulu tupai, dan meranti payo. Perahu ini memiliki panjang sekitar 20-30 meter, lebar 75-100 cm, dan tinggi 60-100 cm.

Jumlah awak perahu bidar antara 45 hingga 58 orang, termasuk pendayung, juru kemudi, dan ketua regu. Ketua regu berperan sebagai motivator utama dengan memberikan aba-aba dan semangat kepada awak perahu untuk meraih kemenangan. Ia mengenakan kostum mencolok sebagai pembeda dari anggota tim lainnya.

Perlombaan Perahu Bidar

Setiap kampung mengirimkan perwakilan untuk bertanding dalam perlombaan perahu bidar yang dilaksanakan pada 17 Agustus. Pada hari perlombaan, perahu bidar sudah siap di garis start sejak pagi hari. Ketua regu akan menarik undian sebelum memulai perlombaan dan mempersiapkan posisi untuk bertanding.

Perahu yang menang akan melaju ke babak semi final dan final, sedangkan perahu yang kalah akan tersisih. Proses ini berlanjut hingga pertandingan berakhir dan pemenang membawa pulang hadiah besar.

Legenda Perlombaan Perahu Bidar

Menurut jurnal Tradisi Perahu Bidar Sebagai Warisan Budaya Dalam Kehidupan Masyarakat Kota Palembang karya Andriamella Elfarissyah dan Siti Gomo Attas, perlombaan perahu bidar berawal dari legenda Putri Dayang Merindu. Dalam cerita ini, Putri Dayang Merindu menjadi rebutan dua pria yang saling mencintainya. Kedua pria tersebut mengadakan perlombaan bidar untuk memperebutkan hati sang putri.

Seluruh masyarakat menyaksikan perlombaan di Sungai Musi, namun tidak ada yang menang karena kedua pria ditemukan tewas di bawah perahu bidar yang terbalik. Putri Dayang Merindu, dalam kesedihannya, memilih untuk bunuh diri dengan pisau beracun. Sebelum meninggal, ia meminta agar tubuhnya dibelah dua dan dikuburkan bersama dua pria yang mencintainya. Masyarakat menghormati dan menyanjung Putri Dayang Merindu sebagai simbol keadilan, dan sejak saat itu, perlombaan perahu bidar menjadi tradisi turun-temurun dan warisan budaya masyarakat Palembang.

Kategori :