Dalam kesaksiannya, Jeffry menceritakan bagaimana dia sebagai Presdir Berau sebagai pemilik area tambang, bernegosiasi harga kontrak penambangan dengan PT Pamapersada Nusantara, kontraktor tambang.
Ketika itu Pama merupakan kontraktor utama di Berau Coal. Sebagai kontraktor utama, kata Jeffry, Pama tidak mau menurunkan harga kontrak.
Atas kondisi tersebut, dia minta persetujuan kepada pemegang saham Berau untuk pecah kongsi dengan Pama dan memakai kontraktor baru, dan ternyata, kata Jeffry strateginya untuk mengusir Pama itu berhasil.
Berau mendapatkan dua kontraktor baru dengan harga sesuai dengan kemampuan perusahaan.
Dua kontraktor tersebut di kemudian hari melebur menjadi PT Safta Indah Sejati. Selanjutnya Pama resmi tidak lagi menjadi kontraktor Berau Coal.
“Saya membayangkan PT BA akan punya policy yang sama ketika dia punya SBS. Dia akan negosiasi dengan PT Pama. Kalau Pama nggak mau (menurunkan harga), maka Pama boleh pergi dan SBS yang akan menggantikan kapasitas produksinya Pama,” kata Jeffry di persidangan.
Penjelasan Jeffry itu menjawab pertanyaan Gunadi Wibakso, pengacara para terdakwa.
Gunadi menanyakan apakah langkah yang diambil PT BA mengakuisisi PT SBS akan berpengaruh terhadap kinerja Bukit Asam.
Jeffry menjawab, bahwa pihaknya (Berau) mendapatkan harga lebih murah dari kontraktor baru sehingga membawa benefit kepada perusahaan.
Sebagaimana diketahui, kasus dugaan korupsi ini menjerat lima terdakwa, yakni Direktur Utama PT BA periode 2011-2016 Milawarma, mantan Direktur Pengembangan Usaha PT BA Anung Dri Prasetya, Ketua Tim Akuisisi Penambangan PT BA Saiful Islam, Analis Bisnis Madya PT BA periode 2012-2016 yang merupakan Wakil Ketua Tim Akuisisi Jasa Pertambangan Nurtima Tobing, dan pemilik PT SBS Tjahyono Imawan.
Para terdakwa diduga merugikan negara (BUMN) sebesar Rp162 miliar dalam akusisi PT SBS.
Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan menyebut bahwa dalam proses akuisisi PT SBS oleh PT BA melalui PT BMI (anak usaha PT BA) pada 2015, tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan maupun peraturan internal PTBA, serta tidak menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG).
Langkah akuisisi PT SBS sendiri diklaim oleh manajemen PT BA sebagai realisasi atas Program Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) PT BA Tahun 2013-2017.
Dalam RJPP perseroan periode 2013-2017, disampaikan bahwa sebagai perusahaan tambang batubara milik Negara dan salah satu pemegang izin usaha tambang batu bara terbesar nasional, PT BA belum punya kontraktor tambang sendiri.
Sebelumnya pekerjaan penambangan diserahkan ke perusahaan lain yaitu PT Pamapersada Nusantara (Grup Astra).
PT BA kemudian berstrategi mengembangkan nilai tambah perusahaan dengan mengakuisisi perusahaan kontraktor tambang yang sudah ada seperti PT SBS.