Jakarta - Pemerintah secara resmi telah menetapkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) rata-rata sebesar 10%. Tidak hanya cukai, pemerintah mengenakan pajak pada rokok.
Lantas, Tahukah perbedaan antara cukai dan pajak rokok? Berikut ini penjelasannya
Melansir dari unggahan Instagram Ditjen Bea Cukai Kemenkeu (@beacukairi), Sabtu (20/1/2024), dijelaskan baik cukai maupun pajak rokok dikenakan untuk melindungi pelaku industri tembakau dan masyarakat melalui kebijakan fiskal tertentu.
"Keduanya merupakan kebijakan pengendalian konsumsi, pengawasan peredaran, sekaligus menekan dampak negatif yang terjadi di masyarakat atau lingkungan," tulis Ditjen Bea Cukai dalam unggahannya.
Lebih jauh disampaikan pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah. Adapun tarif pajak ditetapkan sebesar 10% dari cukai rokok yang berlaku.
BACA JUGA:Tungku Smelter Meledak Lagi di Kawasan Industri Morowali
"(Pajak rokok) merupakan pungutan wajib yang bersifat memaksa, tanpa adanya balas jasa secara langsung," terang Bea Cukai lagi.
Pajak Rokok dipungut oleh instansi Pemerintah yang berwenang memungut cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok. Pajak Rokok yang dipungut instansi pemerintah yang kemudian disetor ke rekening kas umum daerah provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk.
Sementara itu cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam UU Cukai. Adapun sifat atau karakteristik yang dimaksud salah satunya adalah dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup.
BACA JUGA:Bos Indofood Ungkap Tantangan Ketahanan Pangan RI di Forum Ekonomi Dunia
"(Cukai Rokok) merupakan pungutan resmi yang sifatnya disesuaikan dengan kebijakan yang berlaku," jelas Bea Cukai.
Contoh barang kena cukai adalah etil alkohol (EA) atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA) dan hasil tembakau.
"(Tujuan cukai rokok untuk) pengendalian atas konsumsi dan efek negatif bagi lingkungan dan kesehatan (konsumen)," tutur Bea Cukai. (*)