JAKARTA, KORANPRABUMULIHPOS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya secara resmi menetapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka dalam kasus suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI yang melibatkan Harun Masiku.
Penetapan status tersangka terhadap Hasto Kristiyanto ini menjadi langkah signifikan dalam mengungkap skandal korupsi politik yang melibatkan banyak pihak di lingkaran kekuasaan pada masa itu.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan bahwa Hasto Kristiyanto diduga berperan sebagai pemberi suap dalam kasus ini. Bersama Harun Masiku, Hasto diduga aktif mengusahakan agar Harun bisa mendapatkan kursi DPR melalui mekanisme PAW.
"Penyidik menemukan bukti keterlibatan saudara HK (Hasto Kristiyanto) yang bersangkutan sebagai Sekjen PDIP," ungkap Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Kasus ini bermula dari dugaan suap yang diberikan oleh Harun Masiku kepada Wahyu Setiawan, mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, sebesar Rp850 juta untuk memuluskan langkahnya menggantikan Nazarudin Kiemas, caleg PDIP yang meninggal dunia sebelum dilantik.
Meski suara terbanyak pengganti Nazarudin jatuh kepada Riezky Aprilia, Harun Masiku justru muncul sebagai calon pengganti dalam rapat pleno PDIP. Dalam hal ini, Hasto diduga berperan penting dalam mengatur strategi dan memberikan instruksi kepada pihak-pihak terkait untuk melobi KPU.
Selain dugaan suap, Hasto juga dijerat dengan kasus perintangan penyidikan. Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyebut bahwa Hasto memerintahkan penghancuran ponsel dan dokumen penting yang bisa menghilangkan jejak bukti.
“Dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan tindak pidana korupsi,” kata Setyo.
Perintangan ini terjadi sejak operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wahyu Setiawan pada Januari 2020. Langkah tersebut dinilai sebagai usaha Hasto untuk melindungi diri dan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut.
Dalam perkembangan kasus ini, KPK juga menetapkan Donny Tri Istiqomah (DTI), seorang advokat dan anggota tim hukum DPP PDIP, sebagai tersangka. Donny diduga berperan sebagai orang kepercayaan Hasto dalam melobi KPU dan menyusun kajian hukum terkait pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung (MA) yang menjadi dasar PAW Harun Masiku.
Setyo menjelaskan bahwa Donny tidak hanya menyusun dokumen hukum, tetapi juga aktif menyerahkan uang suap kepada Wahyu Setiawan atas perintah Hasto. "Saudara HK (Hasto) mengatur dan mengendalikan Saudara DTI (Donny) untuk mengantarkan uang suap kepada Wahyu Setiawan," tegas Setyo.
Setelah lima tahun Harun Masiku dinyatakan buron, KPK akhirnya menemukan bukti yang kuat mengarah pada keterlibatan Hasto. Bukti-bukti tersebut diperoleh melalui pemeriksaan saksi, penggeledahan, dan penyitaan barang-barang terkait.
Salah satu temuan penting adalah mobil milik Harun Masiku yang disita dari sebuah apartemen di Jakarta pada Juni 2024. Selain itu, KPK juga mempublikasikan foto-foto terbaru Harun untuk memperbarui pencarian buronan tersebut.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyatakan bahwa bukti-bukti yang ditemukan kini telah cukup untuk menetapkan Hasto sebagai tersangka. Sebelumnya, pada tahun 2020, KPK merasa belum cukup yakin untuk memberi status tersangka pada Hasto.
Dalam pengembangan kasus ini, KPK juga memeriksa mantan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, terkait surat permohonan fatwa MA yang diajukan oleh PDIP. Yasonna mengaku bahwa surat tersebut bertujuan untuk mengatasi perbedaan tafsir terkait penetapan caleg yang telah meninggal dunia.