Mendagri Apresiasi Bali: Provinsi Pertama yang Selesai Realisasi Hibah Pilkada 2024
Mendagri Apresiasi Bali, Provinsi Pertama yang Selesai Realisasi Hibah Pilkada 2024--Foto:ist
Mendagri Apresiasi Bali: Provinsi Pertama yang Selesai Realisasi Hibah Pilkada 2024
KORANPRABUMULIHPOS.COM - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian memberikan pujian kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Bali, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten kota.
Karena telah menjadi yang tercepat dalam merealisasikan hibah untuk Pilkada Serentak 2024.
“Untuk pertama kalinya saya bertemu dengan provinsi yang sudah menyelesaikan semua persyaratan, yaitu Bali. Dari 541 Pemda yang kami pantau, hanya Bali yang sudah menyelesaikan semuanya,” ujar Tito dalam Rapat Koordinasi Kesiapan Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 di wilayah Bali dan Nusa Tenggara.
Tito menjelaskan bahwa sebelumnya mereka telah mengadakan rapat koordinasi di tiga lokasi, namun tidak ada satu pun dari pemerintah provinsi atau kabupaten/kota yang sudah menyelesaikan 100 persen hibahnya.
BACA JUGA:Revolusi Transportasi: Trem Otonom untuk IKN Tiba di Balikpapan
“Pertama di Jayapura, tidak ada satu pun dari enam provinsi yang tuntas, lalu di Makassar, tidak ada yang selesai di Sulawesi hingga Maluku. Selanjutnya di Medan, se-Sumatera juga tidak ada yang tuntas.
Bali adalah yang keempat, termasuk Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, dan terakhir Yogyakarta di Jawa,” jelasnya.
Menurut Mendagri, anggaran merupakan hal yang sangat penting dalam penyelenggaraan pilkada. Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 mengatur bahwa anggaran berasal dari APBD, kecuali untuk empat daerah otonomi baru di Papua.
Pada tahun 2023, Tito telah meminta kepada seluruh kepala daerah untuk mengalokasikan anggaran dengan membuat naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) kepada penyelenggara seperti KPU, Bawaslu, TNI, dan Polri.
BACA JUGA:Argentina Sikat Ukraina 2-0, Lolos ke Perempatfinal Olimpiade 2024
Dia juga membagi anggaran dalam dua tahap: 40 persen dari APBD 2023 dan 60 persen dari APBD 2024, agar pemda tidak perlu mengeluarkan dana secara sekaligus.
“Contohnya di Badung yang PAD-nya mencapai Rp9,3 triliun, lebih besar dari Provinsi Bali yang sekitar Rp6 triliun. Jika kebutuhannya mencapai Rp213 miliar, tidak masalah.
Namun, daerah dengan PAD terbatas seperti NTT mungkin akan kesulitan, sehingga anggaran dibagi,” ungkap Tito.