AS Pesan Chip AI Rp 8,3 Kuadriliun dari Nvidia, Buat Apa?
Nvidia Bangun 7 Superkomputer AI untuk Nuklir AS: Nilainya Capai Rp 8,3 Kuadriliun!--
KORANPRABUMULIHPOS.COM - CEO Nvidia, Jensen Huang, melakukan kunjungan ke Washington, AS, bulan lalu dan mengumumkan kerja sama besar dengan Departemen Energi Amerika Serikat. Dalam kesempatan tersebut, Huang mengungkap bahwa kementerian tersebut memesan chip AI Nvidia senilai USD 500 miliar atau sekitar Rp 8,3 kuadriliun.
Menurut laporan Reuters, chip-chip tersebut akan digunakan untuk dua proyek utama: pengembangan senjata nuklir serta penelitian energi alternatif, termasuk teknologi fusi nuklir. Nvidia disebut tengah menjalin banyak kerja sama global sebagai upaya menghadapi dinamika perang dagang antara AS dan China.
Dalam pidato di konferensi developer Nvidia pertama yang digelar di Washington, Huang berada dalam posisi sensitif: di satu sisi ia memuji strategi ekonomi Donald Trump yang dinilai mendorong investasi besar dalam manufaktur dan kepemimpinan AI di Amerika. Namun di sisi lain, ia juga harus berhati-hati agar tidak memperburuk hubungan dengan China.
Huang mengonfirmasi bahwa Nvidia akan membangun tujuh superkomputer AI baru untuk Departemen Energi AS. Meski demikian, ia turut menyinggung kondisi pasar China yang kini menutup akses bagi Nvidia.
“Kami ingin Amerika memenangkan persaingan AI. Tidak diragukan lagi. Kami ingin dunia berdiri di atas fondasi teknologi Amerika. Tapi kami juga perlu berada di China untuk menjangkau para pengembang mereka," kata Huang. Ia menilai kebijakan yang membuat AS kehilangan separuh talenta AI dunia justru dapat merugikan dalam jangka panjang.
Huang juga menyebut bahwa Nvidia belum mengajukan izin ekspor ke otoritas AS untuk mengirim chip terbaru ke China karena posisi pemerintah China sendiri yang menolak kehadiran Nvidia. “Mereka menegaskan bahwa mereka tidak menginginkan Nvidia di sana saat ini,” ujarnya.
Ia berharap kondisi ini dapat berubah karena China masih menjadi salah satu pasar terbesar dan paling penting bagi industri AI global.
Sementara itu, pemerintah AS terus mempertimbangkan kebijakan ekspor chip canggih ke China. Mereka masih dilema antara menjaga ketergantungan China pada teknologi Amerika atau khawatir bahwa akses tersebut justru akan memperkuat kemampuan militer dan teknologi China. (*)

