Aturan Baru Terbit, Pihak Buruh Sebut Kenaikan UMP 2024 Cuma 5-7%
Ilustrasi upah.Foto: Muhammad Ridho--
Jakarta - Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Melalui aturan baru ini, upah minimum dipastikan akan naik.
Namun, serikat pekerja menganggap aturan tersebut tidak bisa memenuhi tuntutan kenaikan upah yang diinginkan. Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia Mirah Sumirat memprediksi kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun depan berkisar di 5-7%.
"Kalau pemerintah menggunakan formula PP 51/2023 maka bisa dipastikan besaran UMP yang akan dihasilkan di 2024 itu tidak lebih, atau tidak boleh lebih di angka 5-7%. Karena tadi ada pembahasan di rumus koefisien nilai tertentu itu ada batas ambang bawah itu," ujarnya kepada detikcom, Sabtu (11/11/2023).
"Tentu itu tidak menggembirakan dan membahagiakan kami jika pemerintah masih bersikeras menggunakan formulasi apalagi sudah diputuskan di PP 51/2023," lanjutnya.
Padahal, kata dia, tuntutan kenaikan UMP 15% adalah sudah melalui kompromi. Mirah menyebut seharusnya UMP bisa naik 25%. Namun pihaknya mengaku memaklumi kondisi pelaku usaha sehingga angka yang diusulkan adalah 15%.
"Angka 15% kami berdasarkan data atau angka yang riil, yang memang kami hitung berdasarkan situasi kondisi ekonomi. Kemudian kebutuhan pekerja, buruh, berikut pengeluarannya. Kalau kita mau fair atau cara real, angka yang kita dapatkan adalah 25%," jelasnya.
Ia juga menyoroti kenaikan harga pangan yang tinggi dan tak terkendali, sulitnya emncari pekerjaan, gelombag PHK, dan sistem outsorcing. Oleh karena itu pihaknya konsisten menuntut kenaikan upah 15% kepada pemerintah.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi menyebut aturan yang terbit tidak berbeda jauh dengan aturan tahun lalu. Ia memprediksi kenaikan UMP bakal berada di bawah pertumbuhan ekonomi.
"PP 51/2023 tak jauh beda dengan PP sebelumnya terutama soal formulasi rumus kenaikan Upah minimum masih menggunakan inflasi + (pertumbuhan ekonomi x indeks tertentu). Formulasi kenaikan upah ini dipastikan kenaikan upah akan selalu dibawah pertumbuhan ekonomi," ujarnya saat dimintai pendapat.
Ristadi menyebut pihaknya meminta kenaikan upah berdasarkan kebutuhan hidup layak yang disurvey, ditambah inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Soal persentasenya, kata dia, bisa dihitung lebih mudah dan simple, serta lebih ril dengan kondisi kebutuhan hidup buruh.
Ristadi mengaku tetap mengedepankan dialog dengan pemerintah dan pengusaha. KSPN juga belum berencana melakukan mogok nasional, dan menyebut aksi mogok menjadi langkah terakhir.
"Kami akan tetap utamakan dialog terlebih dahulu dengan pemerintah dan pengusaha, belum ada rencana melakukan mogok nasional, mogok nasional itu langkah terakhir, akan hilang marwah gerakan mogok nasional bila dengan mudah diancamkan, pemerintah dan pengusaha menjadi tidak takut dan dianggap lelucon saja. Inilah yang kami hitung betul efektifitasnya," pungkasnya. (dc)