"Kami juga memerlukan asesmen terhadap kondisi lingkungan untuk melakukan sosialisasi pencegahan dan deteksi dini terhadap potensi perilaku berisiko di masyarakat agar pengawasan dapat dilakukan secara menyeluruh," katanya.
BACA JUGA:Waspada Hoax dan Ujaran Kebencian, Kapolsek Cambai Imbau Masyarakat Wujudkan Pilkada Damai
BACA JUGA:Mengenal Emily Armstrong: Suara Khas di Balik Dead Sara yang Kini Jadi Vokalis Baru Linkin Park
Dalam kasus ini, salah satu motif kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku adalah mengumpulkan video p*rno di telepon genggamnya. Nahar menambahkan,
"Diduga pelaku telah kecanduan video p*rno, dan ini merupakan masalah yang belum ditangani secara efektif. Kecanduan semacam ini dapat meningkatkan kemungkinan pelaku untuk meniru perilaku kekerasan s*ksual seperti pem*rkosaan dan pencabulan."
Terkait proses hukum, Nahar mengingatkan perlunya penanganan khusus sesuai dengan Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang diatur dalam UU No. 11 Tahun 2012.
"Dalam Pasal 81 ayat (2) UU SPPA dijelaskan bahwa hukuman bagi anak yang berkonflik dengan hukum berbeda dari orang dewasa, yakni setengah dari ancaman pidana yang berlaku bagi orang dewasa," jelas Nahar.
BACA JUGA:Menkominfo Minta Tambahan Anggaran Rp 13,27 Triliun di 2025
BACA JUGA:Lab Nano Device FTUI, Fondasi Pengembangan Chip di Indonesia
Para pelaku dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 76D UU No. 35 Tahun 2014 jo. Pasal 81 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2016 dan/atau Pasal 76E UU No. 35 Tahun 2014 jo. Pasal 82 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2016.
Untuk kekerasan fisik yang dilakukan terhadap korban, pelaku dapat dikenakan Pasal 76C jo. Pasal 80 ayat (3) UU No. 35 Tahun 2014.
Namun, pidana tambahan mungkin tidak diterapkan sesuai dengan Pasal 81 ayat (9) dan/atau Pasal 82 ayat (8) UU No. 17 Tahun 2016, mengingat pelaku masih berusia anak.(*)