KORANPRABUMULIHPOS.COM - Setelah CEO Telegram, Pavel Durov, ditangkap di Prancis, aplikasi pesan instan ini kini menghadapi potensi masalah hukum di Korea Selatan.
Aparat di negara tersebut telah memulai penyelidikan awal terkait dugaan peran Telegram dalam kejahatan seksual, khususnya penyebaran pornografi deepfake.
Dilaporkan oleh CNBC pada Rabu (4/9/2024), Korea Selatan tengah berupaya keras menanggulangi meningkatnya kasus pornografi deepfake yang menyasar wanita muda, termasuk remaja.
Deepfake adalah teknologi yang memungkinkan manipulasi digital untuk menciptakan gambar atau video palsu yang terlihat nyata, sering kali digunakan untuk tujuan yang tidak etis.
Mirip dengan situasi di Korea Selatan, Prancis juga menyelidiki Telegram terkait distribusi gambar pornografi anak, serta memfasilitasi berbagai aktivitas ilegal seperti kejahatan terorganisir, perdagangan narkoba, dan penipuan. Durov dituduh gagal mengatasi aktivitas kriminal di aplikasinya.
Menurut laporan Yonhap, Woo Jong-soo, kepala Kantor Investigasi Nasional Korea Selatan, berencana untuk bekerja sama dengan pihak berwenang di Prancis dan lembaga internasional lainnya terkait masalah Telegram.
Namun, proses penyelidikan ini diperkirakan akan sulit karena Telegram enggan memberikan data investigasi seperti informasi akun pengguna kepada otoritas negara.
BACA JUGA:Pendiri Telegram Ditangkap di Paris: Kesalahan Besar yang Menghebohkan Dunia!
Penolakan Telegram untuk berbagi informasi dengan penyidik menjadi sorotan utama dalam penyelidikan di Prancis.
Selain di Korea Selatan, Telegram juga menghadapi potensi masalah hukum di negara lain, termasuk Brasil dan Jerman, terkait konten ilegal dan berbahaya.
Meski Telegram mengklaim bahwa mereka terus meningkatkan moderasi konten sesuai standar, fitur-fitur aplikasi ini, seperti pendaftaran menggunakan nomor telepon dan percakapan terenkripsi di secret chat, menjadikannya tempat yang menarik bagi pelaku kejahatan karena tingginya tingkat anonimitas yang ditawarkan.
Di Korea Selatan, fitur-fitur ini menarik pelaku penyebaran pornografi deepfake. Kepolisian Korea Selatan kini tengah menyelidiki delapan program otomatis yang menghasilkan konten pornografi deepfake untuk grup-grup di Telegram.
Chatroom Telegram ini digunakan untuk menyebarluaskan konten deepfake yang menargetkan mahasiswi, pelajar SMA, bahkan pelajar SMP, dengan beberapa grup memiliki anggota hingga 220.000 orang.
Kasus ini menunjukkan tantangan besar yang dihadapi oleh pemerintah dalam mengendalikan penyebaran konten digital berbahaya di era teknologi AI yang semakin maju. (*)