Bangkitkan Inovasi, Indonesia Genjot Transformasi Pendidikan STEM

Pendidikan STEM Jadi Kunci Cetak Generasi Emas Indonesia--
KORANPRABUMULIHPOS.COM – Pendidikan berbasis STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) dinilai sebagai pilar utama dalam mencetak generasi Indonesia yang unggul dan siap bersaing di kancah global menjelang visi Indonesia Emas 2045.
Dr. Stephanie Riady, anggota Tim Penasihat Ahli Kementerian Pendidikan Dasar Menengah, menegaskan perlunya perubahan mendasar dalam pendekatan pembelajaran sains dan teknologi di Indonesia. Ia menilai bahwa sistem saat ini belum sepenuhnya relevan dengan kebutuhan siswa zaman sekarang.
“Sains bukan sekadar hafalan, tapi cara berpikir: mengamati persoalan, merumuskan solusi, dan mengubah pengetahuan menjadi aksi,” ujarnya, Selasa (20/5/2025).
Aktivis pendidikan dan filantropi ini menilai, pembelajaran sains dan matematika di Indonesia masih didominasi oleh metode lama seperti hafalan rumus dan soal pilihan ganda, sementara praktik langsung masih minim. Padahal, di tengah pesatnya perkembangan teknologi global, pendekatan berbasis STEM merupakan kebutuhan mendesak.
STEM Harus Membumi dan Kontekstual
Dr. Stephanie melihat bahwa banyak siswa merasa tidak dekat dengan mata pelajaran STEM karena cara pengajarannya masih terlalu abstrak. Padahal, bidang ini sangat potensial untuk mengasah logika dan kreativitas, dua hal yang sangat dibutuhkan di era kecerdasan buatan (AI).
Ia mencontohkan negara seperti Korea Selatan dan Finlandia yang telah sukses berinvestasi pada pendidikan STEM. Korea Selatan menjadikan STEM sebagai prioritas sejak dekade 1960-an, sementara Finlandia dikenal dengan sistem pendidikan inovatif yang menekankan kreativitas dan lintas disiplin.
Dalam laporan PISA 2022, Indonesia berada di posisi ke-71 dari 80 negara dalam hal literasi sains. Artinya, meskipun siswa Indonesia bersekolah, mereka belum sepenuhnya menguasai cara berpikir ilmiah.
Pelatihan Guru Jadi Kunci
Laporan Bank Dunia "Fixing the Foundation" juga menyoroti lemahnya pelatihan guru di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, terutama dalam penguasaan materi dan metode pengajaran STEM.
Vietnam menjadi contoh sukses lain. Negara ini melakukan reformasi kurikulum sejak 2010 dan kini hasil belajar siswanya sejajar dengan negara maju. Malaysia juga terus mendorong jalur STEM lewat pelatihan guru, insentif sekolah, dan kolaborasi dengan industri.
Dr. Stephanie percaya bahwa Indonesia memiliki potensi besar. Inisiatif seperti pelatihan robotik di Yogyakarta, kompetisi inovasi di Jakarta, dan proyek IoT oleh mahasiswa di Surabaya menunjukkan bahwa semangat inovasi mulai tumbuh.
Namun, menurutnya, upaya ini perlu diperkuat dengan kebijakan pendidikan yang lebih progresif dan dukungan lintas sektor.
“Anak-anak kita tidak harus jadi ilmuwan, tapi mereka perlu tahu cara berpikir dan menyelesaikan masalah,” ujarnya.
“Masa depan tidak dibangun dari hafalan, tapi dari keberanian untuk bertanya, mencoba, gagal, dan bangkit kembali.”
STEM Indonesia Cerdas: Dari Program Jadi Gerakan Nasional
Untuk mendukung perubahan ini, Riady Foundation meluncurkan program STEM Indonesia Cerdas. Program ini merupakan kolaborasi dengan berbagai kementerian dan lebih dari 500 sekolah perintis di seluruh Indonesia.
Fokus utamanya adalah:
-
Pelatihan guru
-
Kurikulum berbasis proyek dan AI
-
Penyediaan ekosistem belajar kontekstual
-
Platform digital pembelajaran
-
Sistem pemantauan dan evaluasi pendidikan
Targetnya, dalam lima tahun ke depan, 10 juta siswa Indonesia dibekali dengan kecakapan dasar di bidang STEM dan AI.
Dr. Mochtar Riady, pendiri Riady Foundation, menyebut program ini sebagai bentuk warisan terbaik untuk bangsa.
“Anak-anak kita butuh lebih dari sekadar mimpi. Mereka perlu bekal untuk mewujudkannya,” ujarnya.
Ia juga mengajak seluruh keluarga Indonesia, pemerintah, dunia usaha, dan komunitas untuk bersama-sama memperkuat ekosistem pendidikan STEM.
Ke depan, STEM Indonesia Cerdas diharapkan bukan sekadar program, tapi berkembang menjadi gerakan nasional yang mampu mentransformasi cara anak-anak Indonesia belajar dan berpikir. (*)