Anggaran 2025: Strategi Transisi dan Keberlanjutan di Tengah Defisit Fiskal

Minggu 18 Aug 2024 - 07:35 WIB
Reporter : Ros
Editor : Ros Suhendra

JAKARTA, KORANPRABUMULIHPOS.COM - Pemerintahan Joko Widodo baru-baru ini meluncurkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) untuk tahun anggaran 2025 melalui Nota Keuangan tahunan. Kali ini, ada dua fokus utama dalam RAPBN tersebut: transisi dan keberlanjutan.

Mengikuti tema ‘Keberlanjutan’ yang digemakan oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, yang terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden mendatang, Jokowi dan kabinetnya berusaha menyusun transisi yang lebih mulus.

Berbeda dengan transisi anggaran pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, di mana pemerintah sebelumnya cenderung tidak melibatkan tim pemerintahan berikutnya dalam penyusunan anggaran, Jokowi memberikan kesempatan lebih luas bagi tim Prabowo untuk terlibat dalam perencanaan fiskal.

Ini merupakan pendekatan baru, di mana pemerintah yang sedang menjabat tidak hanya menyusun anggaran, tetapi juga memberikan ruang fiskal yang memadai bagi pemerintahan mendatang untuk mengintegrasikan program-program prioritasnya.

Efektivitas tradisi baru ini belum dapat dinilai sepenuhnya. Apakah hal ini akan berkontribusi pada pembangunan yang berkelanjutan atau justru menambah kekhawatiran tentang politik anggaran yang penuh dengan kepentingan masih perlu dilihat. Peran kabinet Prabowo akan menjadi kunci dalam menjawab pertanyaan ini.

Dalam hal pertumbuhan ekonomi, kabinet Jokowi menetapkan target pertumbuhan 5,2 persen untuk tahun depan, sedikit lebih tinggi dari proyeksi tahun ini yang sebesar 5,1 persen.

Ini dilakukan di tengah proyeksi stagnasi perekonomian global, dengan Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2024 dan 2025 akan tetap di angka 3,2 persen, setara dengan tahun 2023.

Jokowi mengungkapkan bahwa permintaan domestik akan menjadi pilar utama dalam mendukung perekonomian negara. Dia percaya bahwa strategi ini akan efektif, terutama dengan langkah-langkah pemerintah untuk mengendalikan inflasi, menciptakan lapangan kerja, dan menyalurkan bantuan sosial serta subsidi untuk menjaga daya beli.

Namun, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan adanya deflasi bulanan selama tiga bulan terakhir. Deflasi bisa menunjukkan ketersediaan pasokan yang cukup di pasar, namun juga menimbulkan kekhawatiran tentang melemahnya daya beli yang dapat menurunkan permintaan.

Untuk mengatasi tantangan permintaan domestik, Jokowi berencana fokus pada peningkatan produk bernilai tambah tinggi yang berorientasi ekspor serta memberikan insentif fiskal.

Menteri Keuangan Sri Mulyani juga memastikan bahwa anggaran perlindungan sosial akan menjangkau seluruh lapisan masyarakat, dari yang miskin hingga yang kaya.

Dalam hal asumsi makro untuk 2025, beberapa asumsi tetap dalam rentang yang disepakati dengan DPR, sementara lainnya melewati batas tersebut.

Nilai tukar rupiah, misalnya, diperkirakan akan berada di sekitar Rp16.100 per dolar AS, lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya. Sementara itu, asumsi suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun ditetapkan sedikit lebih rendah, yaitu 7,1 persen dari rentang sebelumnya.

Asumsi makro lainnya, seperti inflasi, harga minyak mentah, dan lifting minyak, tetap dalam batas yang disepakati.

Inflasi diperkirakan mencapai 2,5 persen, harga minyak mentah Indonesia (ICP) sekitar 82 dolar AS per barel, dan lifting minyak diharapkan mencapai 600 ribu barel per hari, sedikit di bawah proyeksi sebelumnya.

Kategori :