"Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, penghulu segala bulan. Maka selamat datanglah kepadanya. Telah datang bulan shaum membawa segala rupa keberkahan. Maka alangkah mulianya tamu yang datang itu." HR. Ath-Thabrani.
Tidak hanya memiliki makna yang super panas, penamaan bulan Ramadhan juga bermula dari penggunaan kalender hijriyah pada 421 Masehi.
Pada saat itu sedang berlangsung konvensi para petingggi lintas suku dan kabilah yang dilakukan Bangsa Arab di Makkah pada masa Kilab bin Murrah.
Para petinggi ini berkumpul untuk menentukan nama bulan agar memiliki kesamaan dan memudahkan mereka dalam urusan dagang.
Dari perkumpulan tersebut, didapatkan hasil nama-nama bulan dari Muharram, Shafar, Rabi’ul Awal, Rabi’ul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawwal, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah.
Ketika perumusan nama-nama bulan tersebut belum ada penomoran karena orang Arab tidak tahu bulan apa yang pertama.
Adanya urutan bulan hijriyah muncul setelah kebijakan Umar bin Khattab mengeluarkan perintah pembuatan kalender islam.
Bulan Muharram kala itu ditetapkan sebagai bulan pertama kalender islam sebagaimana yang tertera dalam kalender hijriyah.
Setelah mengetahui sejarah penamaan bulan Ramadhan yang memiliki makna “extremely hot” atau panas yang menyengat, umat islam perlu tahu awal mula pelaksanaan puasa wajib.
Perintah wajib dalam melaksanakan puasa Ramadhan bagi umat islam ini terjadi pada tahun kedua Hijriyah.
Ketika itu, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam baru saja menerima perintah untuk mengubah arah kiblat dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram.
Dalam sejarah islam, puasa Ramadhan sudah jauh dilakukan sebellumnya oleh Nabi Nuh as setelah turunnya badai dan banjir bandang menerjang negerinya.
Puasa yang dilakukan Nabi Nuh as ini merupakan tanda syukur kepada Allah SWT karena telah menyelamatkannya dari banjir besar.
Sedangkan pada masa Nabi Muhammad SAW, beliau merasa penasaran terhadap puasa yang dilakukan oleh orang Yahudi pada tanggal 10 Muharram.
Ketika bertanya alasan umat Yahudi berpuasa pada 10 Muharram, orang Yahudi mengatakan bahwa puasa tersebut sebagai bentuk syukur kepada Allah.
Orang Yahudi berpuasa karena merasa berterima kasih kepada Allah SWT yang telah menyelamatkan Nabi Musa as dan kaumnya dari serangan Fir’aun yang dzalim.