Kini, semangat itu terancam berganti menjadi ‘otonomi terbimbing’, di mana daerah hanya menjadi pelaksana proyek pusat,” pungkas Achmad.
Lebih lanjut, Achmad mengingatkan bahwa sebagian besar kabupaten dan kota di Indonesia masih bergantung pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) untuk membiayai kebutuhan dasar.
Mulai dari pembayaran gaji ASN dan PPPK, layanan pendidikan dan kesehatan, hingga pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan desa dan sanitasi.
BACA JUGA:Pasar Murah Diserbu Warga Karya Mulya, Pemkot Prabumulih Komitmen Tekan Inflasi
BACA JUGA:Polisi Sahabat Anak, Cara Humanis Satlantas Prabumulih Ajarkan Budaya Tertib Lalu Lintas
Ketika alokasi TKD berkurang, daerah berisiko gagal bayar gaji PPPK atau menunda proyek publik yang sudah direncanakan.
“Data dari APPSI dan Apeksi menunjukkan penurunan TKD mencapai 25–30 persen di tingkat provinsi, bahkan hingga 60–70 persen di beberapa kabupaten.
Sejumlah daerah sudah mengumumkan potensi defisit puluhan hingga ratusan miliar rupiah hanya untuk membayar gaji PPPK baru,” jelas Achmad.
Dengan situasi yang kian memanas, para gubernur meminta Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa untuk meninjau ulang kebijakan pemangkasan TKD, dan membuka ruang dialog bersama Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI).
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan pemerintah membuka ruang penambahan anggaran Transfer ke Daerah (TKD) untuk tahun anggaran 2026.
Langkah ini diambil setelah muncul gelombang protes dari sejumlah pemerintah daerah (pemda) yang keberatan dengan rencana pemangkasan TKD dalam RAPBN 2026.
Dalam draf RAPBN 2026, alokasi TKD awalnya ditetapkan Rp 649,99 triliun, atau turun Rp 269 triliun dibandingkan alokasi APBN 2025 yang mencapai Rp 919,87 triliun.
Pemangkasan cukup signifikan tersebut dinilai banyak kepala daerah akan berimbas pada terhambatnya pembangunan di daerah.
Menanggapi situasi tersebut, Purbaya mengatakan pemerintah dan DPR telah menyepakati penambahan awal sebesar Rp 43 triliun, sehingga alokasi TKD 2026 naik menjadi Rp 693 triliun. Namun, ia menegaskan kemungkinan kenaikan masih terbuka.
"Kalau anggarannya dipotong wajar mereka protes. Saya sampaikan, pertengahan tahun depan masih ada ruang untuk kita lakukan update (penambahan anggaran)," ujar Purbaya di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Rabu (8/10/2025).
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa tambahan anggaran bukan tanpa syarat. Pemerintah daerah diminta menunjukkan kinerja penyerapan anggaran yang baik serta belanja yang tepat sasaran dan bebas kebocoran.