JAKARTA, KORANPRABUMULIHPOS.COM - Presiden Prabowo Subianto mengingatkan pentingnya penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) secara efisien dan meminta agar program-program yang kurang prioritas dihapus.
Dalam pernyataannya, Prabowo menyoroti kegiatan seremonial seperti studi banding ke luar negeri sebagai salah satu yang perlu ditinjau ulang.
“Fokus kita adalah pembangunan ekonomi, saya minta efisiensi,” ujar Prabowo dalam keterangan resminya pada Rabu, 24 Oktober 2024.
Menanggapi hal ini, ekonom dan dosen di Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menyatakan bahwa saran Prabowo adalah langkah yang tepat.
BACA JUGA:Ini Harapan Para Guru Pada Mendikdasmen
BACA JUGA:SMP 11 Akan Maksimalkan Kelas Digital
Ia mengakui bahwa meski studi banding bertujuan positif untuk memperluas pengetahuan dan mengadopsi praktik baik dari negara lain, efektivitasnya sering kali diragukan.
Achmad menyatakan bahwa kegiatan tersebut seringkali lebih dilihat sebagai “tamasya” daripada investasi strategis untuk perbaikan kebijakan di Indonesia.
“Dengan mengurangi atau bahkan menghapus anggaran untuk studi banding yang tidak relevan, kita bisa mengalokasikan lebih banyak untuk prioritas yang lebih mendesak,” kata Achmad.
Namun, ia juga mengingatkan pentingnya melihat penghapusan program studi banding dalam konteks yang lebih luas. Meskipun pembatasan ini dapat menghemat anggaran, masalah utama terletak pada struktur pemerintahan yang terlalu besar, yang sering disebut “kabinet obesitas.”
BACA JUGA:2.311 Pelamar PPPK Prabumulih Submit
BACA JUGA:Todong Pelajar Pakai Pistol Korek, Duo Begal Diterkam Tim Singo Polsek Timur
“Struktur ini menambah beban keuangan yang signifikan. Banyak kementerian yang fungsinya dapat digabungkan, tetapi tetap dipertahankan demi kepentingan politik,” tambah Achmad.
Dia menjelaskan bahwa semakin banyak menteri dan staf dalam kabinet, semakin besar pengeluaran untuk gaji, fasilitas, dan operasional. Bahkan jika studi banding dihapus, biaya untuk mendukung kabinet yang besar tetap akan menjadi beban anggaran negara.
Lebih lanjut, Achmad berpendapat bahwa langkah ini belum sepenuhnya mencerminkan komitmen untuk efisiensi. Pemerintah seharusnya lebih tegas dan konsisten dalam merampingkan birokrasi, termasuk mengevaluasi jumlah kementerian, lembaga, dan pegawai yang tidak efisien.