Kain Jumputan Palembang: Sejarah, Cara Membuat, dan Nilai Budayanya

Kain jumputan Palembang/ --

KORANPRABUMULILHPOS.COM - Kain jumputan Palembang, juga dikenal dengan nama kain pelangi, merupakan salah satu bentuk seni tekstil yang kaya akan nilai budaya. Berikut adalah penjelasan mengenai sejarah, teknik pembuatan, serta upaya pelestariannya.

Sejarah Kain Jumputan

Kain jumputan berasal dari seni tekstil yang dikenal sejak zaman Sriwijaya, sekitar abad ke-7 hingga ke-8. Seni ini dipengaruhi oleh masuknya kain sutera dan benang dari Cina. Dalam budaya Jawa, kain ini dikenal sebagai kain cinde, yang umumnya digunakan sebagai selendang.

Pada awal abad ke-16, ketika budaya Jawa memasuki kehidupan keraton Palembang, penggunaan kain jumputan semakin meluas. Kain tenun Jawa yang dibawa oleh bangsawan Jawa turut memperkenalkan teknik ini di Palembang.

BACA JUGA:7 Tempat Makan di Palembang dengan Cita Rasa Autentik

Nilai Budaya Kain Jumputan

Kain jumputan merupakan teknik penerapan hiasan pada tekstil dengan cara mengikat bagian tertentu sebelum dicelupkan ke dalam bahan pewarna. Teknik ini memanfaatkan pola hias yang dibentuk dengan cara mengikat bagian kain menggunakan tali, kemudian mencelupkan kain ke dalam pewarna.

Menurut Depdikbud, jumputan adalah pemotifan kain tenun dengan ragam hias tertentu melalui penutupan bagian tertentu untuk menciptakan motif yang khas.

Teknik Pembuatan Kain Jumputan

Pembuatan kain jumputan melibatkan beberapa teknik utama, antara lain:

  1. Tie and Dye: Kain sutera putih dipotong dan diberi motif dengan pensil. Kemudian, pinggiran motif dijelujur dengan tali rafia dan ditarik erat. Kain kemudian dicelupkan ke dalam larutan pewarna.

  2. Sritch and Dye: Setelah dijumput, kain dibungkus dengan plastik dan diikat erat dengan rafia, kemudian direndam dalam larutan pewarna. Kain diangkat dan dibalik-balik agar warna merata. Setelah air rendaman bening, kain dicuci dan dijemur.

  3. Rincek dan Tritik: Kain yang telah dicelup direndam dan dicuci hingga bersih, lalu dijemur. Ikatan dan jelujur kemudian dibuka untuk menampilkan motif yang dihasilkan.

Untuk kualitas terbaik, kain yang telah dibuka ikatannya dicuci dan dijemur kembali, lalu disetrika. Motif yang umum termasuk kembang janur, bintik lima, bintik sembilan, cucung, bintik tujuh, dan motif mawar double.

BACA JUGA:Resep Pindang Patin Khas Sumsel: Praktis dan Lezat, Wajib Dicoba!

Melestarikan Kain Jumputan

Upaya pelestarian kain jumputan melibatkan beberapa langkah penting:

  1. Peningkatan Kualitas: Melalui pelatihan dan pameran untuk menunjang kemajuan dan kualitas kain jumputan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan
IKLAN
PRABUMULIHPOSBANNER