Dari Paris ke Global: Evolusi dan Teknologi Baru dalam Sedot Lemak
Sejaran sedot lemak--
KORANPRABUMULIHPOS.COM - Kematian selebgram Ella Nanda Sari Hasibuan pasca prosedur sedot lemak di klinik Depok mengundang perhatian publik.
Kini, kasus ini sedang dalam penyelidikan pihak kepolisian. Sedot lemak, atau liposuction, adalah prosedur bedah yang bertujuan menghilangkan lemak dari area tubuh tertentu, seperti perut, pinggul, paha, bokong, lengan, atau leher.
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, prosedur ini dirancang untuk membentuk postur tubuh menjadi lebih ideal. Namun, tidak semua orang bisa menjalani sedot lemak.
Beberapa kriteria meliputi berat badan yang ideal atau berlebih, kulit yang kencang dan elastis, lemak yang sulit hilang meskipun sudah berolahraga, serta tidak memiliki gangguan kesehatan seperti penyakit jantung atau diabetes.
Prosedur ini, jika dilakukan oleh tenaga medis yang kompeten dan dengan peralatan yang memadai, umumnya aman. Namun, ada beberapa efek samping seperti nyeri, bengkak, dan memar. Risiko komplikasi lain termasuk infeksi, pendarahan, dan hasil yang tidak rata.
Awal Mula Sedot Lemak
BACA JUGA:Manfaat Matcha, Minuman Jepang dengan Segudang Kesehatan yang Mengagumkan
BACA JUGA:Pejuang Diet Batasi Konsumsi 4 Buah Ini, Tinggi Kalori dan Buat Berat Badan Naik
Sejarah sedot lemak dimulai di Paris pada tahun 1926. Dokter bedah terkenal, Charles Dujarier, diminta untuk membantu seorang penari balet bernama Mademoiselle Geoffre, yang ingin memiliki kaki lebih ramping. Sayangnya, prosedur tersebut berakhir dengan komplikasi serius yang mengakibatkan kehilangan kaki Geoffre, dan Dujarier pun menjadi target kecaman publik.
Inovasi Teknik
Meskipun tragedi tersebut, minat terhadap sedot lemak tidak surut. Pada akhir 1960-an, dokter-dokter Eropa mulai mengembangkan teknik pemotongan lemak, meskipun hasilnya masih belum memuaskan dan berisiko tinggi. Harapan baru muncul pada tahun 1974 ketika dokter Arpad dan Giorgio Fischer di Italia mengembangkan teknik liposuction dengan menggunakan alat penyedot lemak, yang menawarkan hasil lebih baik dan risiko yang lebih rendah.
Kemajuan Selanjutnya
Pada tahun 1982, Dr. Yves-Gerard Illouz dari Prancis memperkenalkan Metode Illouz, yang melibatkan penyuntikan cairan ke dalam jaringan lemak sebelum penyedotan. Ini membantu memecah lemak dan mengurangi pendarahan. Kemudian, teknik ini ditingkatkan dengan penggunaan anestesi lokal seperti lignokain oleh Pierre Fournier, yang dikenal sebagai 'teknik basah'.
Di tahun 1987, Dr. Jeffrey Klein dari California memperkenalkan larutan tumescent, campuran lignokain, epinefrin, dan garam, yang mengurangi pendarahan dan risiko komplikasi secara signifikan. Inovasi ini membawa perkembangan pesat dalam teknik sedot lemak, termasuk penggunaan teknologi ultrasound dan laser untuk meningkatkan presisi.