Ketertinggalan bukan Menjadi Alasan untuk Menggapai Mimpi bagi Suku Anak Dalam

Ketertinggalan bukan Menjadi Alasan, untuk Menggapai Mimpi bagi Suku Anak Dalam--Foto:ist

Namun, sebagian besar masih tinggal di hutan dan menerapkan hukum adat sebagaimana nenek moyang mereka.

Selain di TNBD, kelompok Orang Rimba juga tersebar di tiga wilayah lain, Populasi terbesar terdapat di Bayung Lencir, Sumatra Selatan, sekitar 8.000 orang.

Mereka hidup di sepanjang aliran anak sungai seperti anak Sungai Bayung Lencir, Sungai Lilin, dan Sungai Bahar. Ada juga yang hidup di Kabupaten Sarolangun, sepanjang anak Sungai Limun, Batang Asai, Merangin, Tabir, Pelepak, dan Kembang Bungo, jumlahnya sekitar 1.200 orang.

Lalu kelompok lainnya menempati Taman Nasional Bukit Tigapuluh, tercatat sekitar 500 orang.Kehidupan suku ini terkenal dengan kebiasaan hidup yang terisolasi dari dunia luar sehingga dari segi budaya ataupun kebanyakan dari mereka masih sangat orisinal, bahkan bisa dibilang primitif.

Selain itu, Suku Kubu yang menggantungkan hidupnya di hutan, kini kelestariannya sedang terancam akibat maraknya pembukaan hutan untuk lahan perkebunan kelapa sawit di sekitar wilayah tempat tinggalnya.

Kelompok masyarakat terasing yang bermukim di sekitar pegunungan duabelas Jambi menyebut diri Orang Rimba yang dibedakan dengan masyarakat luar, yang disebut orang terang.

Suku Anak Dalam juga merupakan sebutan diri yang mereka senangi, dan mereka sangat marah jika disebut orang Kubu, sebutan itu dianggap merendahkan diri mereka.

Dalam percakapan antar warga masyarakat Jambi tentang orang Kubu tercermin dari ungkapan seseorang yang menunjukan segi kedudukan dan kebodohan, misalnya membuang sampah sembarangan diumpat “Kubu kau....!”. Sebutan lain yang disenangi orang rimba ialah “sanak”, yaitu cara memanggil seseorang yang belum kenal dan jarang bertemu.

Bila sudah sering bertemu maka panggilan akrab ialah “nco” yang berarti kawan. Namun sekarang suku anak dalam sudah bersosialisasi dengan masyarakat yang ada di kabupaten dharmasraya.

Dimana SAD yang sebelumnya tidak pakai Baju sekarang sudah pakai baju bahkan sekarang sudah ikut Upacara Bendera dalam rangka 17 Agustus.

 Didalam pemerataan pendidikan suku anak dalam ini, khususnya di Kabupaten Sarolangun, Bukit Dua Belas ejauh ini, pendidikan pada suku anak dalam, sebagian besar masih ditopang oleh para relawan.

Sebagian (kecil) bahkan masih belum tersentuh pendidikan, sehingga sangat butuh perhatian bersama. Pada saat ini memang anak anak rimba ini sudah berbaur dengan pendidikan di sekolah formal, namun dengan jumlah yang terbatas dan semangat belajar yang kurang sebagai mana siswa pada umumnya, di karenakan pola pikir yang masih belum berubah mengenai hidup cukup hanya berburu atau menjual hasil hutan.

Namun Siapa menyangka bila warga suku terasing seperti suku anak dalam (SAD) di Jambi bisa menjadi prajurit TNI. Itulah yang terjadi di Jambi, dua orang SAD berhasil menjadi anggota TNI di satuan Batalyon Infanteri Rider 142/Ksatria Jaya di kawasan, Kasang, Jambi Timur, Kota Jambi.

Kedua prajurit tersebut, yakni Prada Budi, warga Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) Bukit 12, Kabupaten Sarolangun, Jambi. Sedangkan Prada Yogi, warga Bungku, Kabupaten Batanghari, Jambi.

Keduanya adalah satu leting (angkatan) masuk anggota TNI, yakni pada pendidikan tahun 2016 lalu gelombang kedua. Namun, keduanya baru selesai pendidikan tahun 2017 lalu pada gelombang pertama.

Tag
Share
IKLAN
PRABUMULIHPOSBANNER