Kebocoran Data Masih Marak, UU PDP Direvisi Sebelum Jalan Penuh?

5. Kebocoran Data Masih Marak, UU PDP Direvisi Sebelum Jalan Penuh?--

 

KORANPRABUMULIHPOS.COM – Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) serta rencana revisi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) resmi masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2026.

 

Pakar keamanan siber, Pratama Persadha, menilai keduanya merupakan fondasi penting regulasi digital Indonesia, meski memiliki fokus berbeda. Menurutnya, RUU KKS diarahkan untuk memperkuat pertahanan siber nasional, sementara UU PDP lebih menekankan pada perlindungan hak warga atas data pribadi sekaligus memberi kepastian hukum bagi pelaku industri digital.

 

“Tantangannya bukan sekadar membuat aturan baru, tetapi bagaimana menentukan prioritas implementasi agar tidak menimbulkan kebingungan regulasi,” ujarnya.

 

Pentingnya RUU KKS

 

Pratama menekankan, urgensi RUU KKS terlihat jelas dari insiden serangan ransomware pada 2024 yang melumpuhkan pusat data pemerintah hingga mengganggu layanan publik seperti imigrasi dan bandara.

 

Menurutnya, RUU KKS harus mengatur kewajiban pelaporan insiden serta koordinasi lintas lembaga. Namun, agar efektif, rancangan tersebut perlu diuji secara publik dan diselaraskan dengan aturan lain supaya tidak tumpang tindih atau melanggar hak sipil.

 

UU PDP Belum Optimal

 

Di sisi lain, meskipun UU PDP telah disahkan, implementasinya masih jauh dari ideal. Kebocoran data jutaan akun yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir memperlihatkan lemahnya eksekusi aturan. Hambatan muncul karena Badan PDP belum terbentuk, ditambah aturan turunan dalam bentuk Peraturan Pemerintah yang juga belum selesai.

 

“Kalau revisi dilakukan sebelum UU dijalankan secara penuh, itu justru bisa kontraproduktif dan mengaburkan fokus penegakan,” jelas Pratama.

 

Harmonisasi Regulasi

 

Menurutnya, langkah utama saat ini adalah mematangkan RUU KKS agar siap menghadapi ancaman nyata, serta mempercepat pembentukan Badan PDP berikut aturan turunannya agar perlindungan data warga benar-benar berjalan.

 

“Kedua instrumen hukum ini harus saling mendukung, misalnya dalam mekanisme pelaporan insiden dan notifikasi pelanggaran data. Dengan begitu, negara bisa lebih tangguh menghadapi serangan siber tanpa mengorbankan hak-hak warga,” tutupnya.

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan
IKLAN
PRABUMULIHPOSBANNER