Tren IMS Naik, Risiko HIV Membayangi: Kemenkes Peringatkan Bahaya Nyata!

Tren IMS Naik, Risiko HIV Membayangi: Kemenkes Peringatkan Bahaya Nyata!--

Gonore juga tercatat sebagai salah satu IMS dengan angka tinggi, yakni sebanyak 10.506 kasus, dengan dominasi terbesar berada di DKI Jakarta.

“IMS bukan hanya masalah kesehatan pribadi, ini masalah kesehatan masyarakat. IMS membuka pintu bagi penularan HIV, dan kasus terbanyak terjadi di usia produktif 25-49 tahun, bahkan kini mulai meningkat pada usia remaja 15-19 tahun,” tegas dr. Ina.

Salah satu ancaman IMS yang kerap tidak disadari adalah infeksi Human Papillomavirus (HPV), yang jika tidak ditangani sejak dini dapat berkembang menjadi kanker serviks. HPV masih menjadi momok besar bagi perempuan Indonesia, terutama karena gejalanya kerap tidak muncul sampai stadium lanjut.

Dr. dr. Hanny Nilasari dari Departemen Dermatologi dan Venereologi FKUI-RSCM dalam kesempatan yang sama menyampaikan pentingnya pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi secara menyeluruh, terutama bagi generasi muda.

BACA JUGA:Ajak Masyarakat Tingkatkan Kesadaran Kesehatan Sejak Dini, Ketua TP PKK Prabumulih: Kader Posyandu harus Aktif

BACA JUGA:Pemkot Prabumulih Gelar Senam Pagi Bersama untuk Tingkatkan Kesehatan dan Kebersamaan ASN

“Tren kejadian IMS dari tahun ke tahun terus meningkat, dan usia penderita makin muda. Sudah banyak kasus IMS maupun kehamilan tidak diinginkan pada remaja, dan ini mendorong tingginya angka aborsi,” jelas dr. Hanny.

Ia juga menekankan bahwa banyak kasus IMS dan infeksi saluran reproduksi (ISR) yang tidak menunjukkan gejala pada awalnya, khususnya pada perempuan. Hal ini membuat banyak penderita baru mencari bantuan medis saat penyakit telah berkembang cukup parah. 

Jika tidak ditangani, IMS dapat berujung pada komplikasi serius, seperti radang panggul, kehamilan ektopik, bahkan kemandulan. Sementara itu, bayi yang lahir dari ibu penderita IMS juga berisiko mengalami lahir prematur, berat badan rendah, hingga kematian neonatal.

Gejala umum dari IMS dapat mencakup luka atau lenting di area genital, cairan abnormal dari penis atau vagina, rasa nyeri atau gatal saat buang air kecil, pembengkakan kelenjar di daerah selangkangan, serta ruam di kulit.

Penularannya bisa terjadi melalui berbagai bentuk aktivitas seksual — baik vaginal, oral, maupun anal — serta melalui pertukaran cairan tubuh atau penularan dari ibu ke anak saat kehamilan atau menyusui.

BACA JUGA:Ajak Masyarakat Tingkatkan Kesadaran Kesehatan Sejak Dini, Ketua TP PKK Prabumulih: Kader Posyandu harus Aktif

BACA JUGA:Menkes Imbau Warga Tetap Waspada COVID-19 Meski Kasus Terkendali: Protokol Kesehatan Jangan Kendor!

Dalam upayanya menuju eliminasi HIV dan IMS, Kementerian Kesehatan mendorong pencapaian target global 95-95-95 pada tahun 2030. Artinya, 95% ODHIV diharapkan mengetahui status mereka, 95% dari yang tahu status menjalani pengobatan ARV, dan 95% dari yang menjalani pengobatan tersebut memiliki viral load yang tersupresi.

Tak hanya fokus pada HIV, pemerintah juga menargetkan penurunan signifikan untuk penyakit menular seksual lainnya. Target nasional mencakup eliminasi 90% untuk sifilis dan gonore, serta eliminasi transmisi vertikal (dari ibu ke anak) HIV, sifilis, dan hepatitis B melalui program triple elimination.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan
IKLAN
PRABUMULIHPOSBANNER