Kenapa Game Naratif Psikologis Semakin Dicari Gamer Modern? Ini Alasannya

Life is Strange: Ketika Game Jadi Cermin Emosi--

KORANPRABUMULIHPOS.COM – Cerita bukan lagi sekadar pelengkap dalam game. Kini, alur naratif menjadi faktor utama yang memengaruhi keputusan pemain saat memilih dan memainkan sebuah game. Visual memukau dan gameplay menarik tetap penting, tetapi bagi banyak gamer, daya tarik emosional justru jadi penentu utama.

Game single-player tak lagi cukup hanya menyuguhkan grafis tajam dan aksi mendebarkan. Elemen narasi, mulai dari konflik batin sang tokoh utama hingga konsekuensi keputusan yang ia ambil, menawarkan pengalaman yang jauh lebih berkesan.

Contohnya Life is Strange dari Dontnod dan Feral Interactive. Ketika pertama kali dirilis pada 2015, game ini langsung dibandingkan dengan novel-novel karya Stephen King dan serial Twin Peaks. Narasi yang dalam dan atmosfer emosionalnya mendapat pujian luas dari para pemain.

Menurut para peneliti video game, tren ini menunjukkan pergeseran arah industri. Jika dulu game cenderung menekankan pada aksi fisik karakter, berlari, menembak, atau bertarung, kini perhatian beralih ke eksplorasi kejiwaan dan perjalanan emosional tokohnya.

Hal yang dulu sering dijumpai dalam novel dan film kini juga diadaptasi dalam game. Berkat kemajuan teknologi grafis dan audio, pengembang mampu menghadirkan cerita kompleks dan karakter multidimensi yang menyentuh sisi terdalam pemain.

Penelitian menunjukkan, game seperti Life is Strange mampu memicu beragam emosi dan bahkan refleksi diri. Daniel Possler dari Universitas Musik, Drama, dan Media Hanover menjelaskan bahwa ketika pemain dihadapkan pada konflik atau isu emosional, mereka terdorong untuk merenungi masalah serupa dalam kehidupan nyata.

Dalam riset yang menggabungkan survei dengan pemantauan aktivitas otak dan detak jantung, ditemukan bahwa banyak game menghadirkan pengalaman eudaimonik, yakni pengalaman bermakna dan penuh muatan emosional.

Psikolog sekaligus pengembang game, Kelli Dunlap, menyebut bahwa meski menyakitkan secara emosional, pengalaman seperti ini justru memberi nilai lebih. “Rasanya menyedihkan, sulit, membuat menangis, tapi itulah yang membuatnya berkesan,” ujarnya kepada Undark.

Game lain yang sering disebut dalam konteks ini adalah Red Dead Redemption II. Dengan karakter utama yang menghadapi kenyataan pahit dan refleksi hidup di penghujung hayat, game ini menawarkan drama yang menyentuh. Bowman bahkan menyebutnya setara karya sastra, yang kelak bisa saja dibahas dalam kelas sastra sekolah menengah.

Menurutnya, rasa sedih yang tertinggal setelah menyelesaikan game ini bukanlah hal negatif, melainkan bukti kuat bahwa medium game telah berevolusi menjadi bentuk seni yang membekas.

Tentu tidak semua game membawa bobot emosional semacam ini. Pada game multiplayer kompetitif, misalnya, emosi yang dirasakan lebih sering muncul dari kekalahan berulang atau persaingan ketat. Namun bagi mereka yang mencari makna, narasi psikologis adalah jawabannya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan
IKLAN
PRABUMULIHPOSBANNER