Pernah Menjahit Seragam NATO, Sritex Kini Menjahit Kenangan Pahit

Pernah Menjahit Seragam NATO, Sritex Kini Menjahit Kenangan Pahit--

KORANPRABUMULIHPOS.COM - Nama PT Sri Rejeki Isman Tbk atau yang lebih dikenal sebagai Sritex, pernah menjadi kebanggaan industri tekstil Indonesia. Perusahaan ini tidak hanya dikenal di dalam negeri, tetapi juga berjaya di kancah internasional, bahkan dipercaya memproduksi seragam militer NATO dan tentara Jerman.

Namun, kejayaan itu kini tinggal kenangan. Tepat di tanggal 1 Maret 2025, bertepatan dengan awal Ramadhan, Sritex resmi tumbang.

Dalam sebuah wawancara televisi, Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenzer, tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Dengan suara bergetar, ia memastikan pemerintah akan mendampingi proses pencairan hak-hak pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Kami akan terus mengawal hak-hak pekerja. Pemerintah optimis akan ada jalan keluar setelah badai ini," ujar Immanuel.

BACA JUGA:Terungkap Tenaga Kerja Asal Prabumulih di PT Sritex Memang Sudah Banyak Pulang

BACA JUGA:PT Sritex Sukarjo Tutup Permanen Per 1 Maret 2025

"Kalau Presiden Prabowo saja optimis, masa kami tidak," tambahnya dengan nada meyakinkan.

Seorang pekerja yang ikut mendengarkan pernyataan tersebut langsung menyelutuk, "Kalau ada investor baru, tolong prioritaskan kami ya, Pak."

Sritex didirikan oleh Lukminto pada tahun 1966, bermula sebagai usaha kecil bernama UD Sri Redjeki di Pasar Klewer, Solo. Perlahan namun pasti, usaha kecil itu berkembang pesat hingga menjelma menjadi konglomerasi tekstil terbesar di Asia Tenggara.

Pada tahun 1978, Sritex resmi berganti nama menjadi PT Sri Rejeki Isman dan mulai membangun pabrik tenun pertamanya. Langkah besar terjadi di tahun 1984, saat Sritex dipercaya memproduksi seragam militer untuk NATO dan tentara Jerman. Kepercayaan ini mengukuhkan nama Sritex di panggung internasional.

BACA JUGA:Tim Kurator PT Sritex Ungkap Utang Capai Rp29,8 Triliun

BACA JUGA:Perangi Impor Ilegal dan Lindungi Industri Tekstil Nasional, Kemendag Sita Kain Gulungan Senilai Rp 90 Miliar

Keberhasilan tersebut membuat Sritex mengembangkan empat lini produksi utama, mulai dari pemintalan, penenunan, penyelesaian, hingga produksi garmen.

Tahun 2013, Sritex mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI), menandai puncak kejayaan perusahaan ini. Ekspansi bisnis terus berlanjut, bahkan pada 2018 Sritex mengakuisisi dua perusahaan besar, yaitu PT Primayudha Mandirijaya dan PT Bitratex Industries.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan
IKLAN
PRABUMULIHPOSBANNER