Pangkas Produksi Minyak, Ekonomi Arab Saudi Jadi Loyo!
--
Jakarta - Perekonomian Arab Saudi dikabarkan mengalami kemunduran. Kondisi ini terjadi usai eksportir minyak mentah terbesar di dunia itu memangkas produksinya demi menopang harga minyak dunia di pasaran.
Dilansir dari CNN Business, Sabtu (4/11/2023), badan statistik resmi negara tersebut melaporkan, Produk Domestik Bruto (PDB) Saudi menyusut 4,5% year-on-year (yoy) pada kuartal III tahun 2023. Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memperkirakan, PDB Arab Saudi akan tumbuh hanya 0,8% pada tahun 2023, turun dari 8,7% dari tahun lalu.
Penyusutan 4,5% ini merupakan kontraksi terbesar sejak pandemi Covid-19 pada tahun 2020 silam. Penurunan tersebut akan lebih besar lagi jika bukan karena pertumbuhan aktivitas non-minyak sebesar 3,6%. Sektor minyak negara ini telah menyusut selama berbulan-bulan, namun perekonomian secara keseluruhan masih mampu mencapai pertumbuhan sebesar 1,2% yoy pada kuartal II 2023.
Produksi minyak Saudi mencapai 9 juta barel per hari pada bulan Juli lalu, ketika pemain terbesar dalam aliansi OPEC+ itu bergabung dengan Rusia untuk membatasi pasokan. Langkah ini dilakukan di tengah tanda-tanda melemahnya permintaan karena melambatnya ekonomi global.
"Kami memperkirakan produksi (minyak) akan tetap rendah hingga akhir tahun ini, dengan penurunan yang lambat pada awal tahun 2024," tulis analis Oxford Economics dalam sebuah catatan yang diterbitkan Jumat.
Direktur Ekonomi untuk Timur Tengah dan Afrika Utara di S&P Global Market Intelligence, Raif Weigert mengatakan, pemotongan minyak Arab Saudi bertujuan untuk menstabilkan pasar minyak global.
"Pada kuartal II tahun 2023, risiko perlambatan pertumbuhan global membebani pasar minyak," kata Weigert.
"Kepemimpinan Saudi memutuskan untuk mengambil sebagian pasokan dari pasar untuk memperhitungkan risiko resesi terhadap permintaan minyak," sambungnya.
Weigert mengatakan, menghentikan pengurangan produksi secara bertahap akan sangat menentukan kemampuan ekonomi Saudi untuk bangkit kembali. Adapun pemangkasan produkai ini diperkirakan akan berakhir pada tahun 2025. Ia memperkirakan, pertumbuhan Saudi akan tetap lamban sebesar 1,1% pada tahun 2024.
Di sisi kain, meskipun negara-negara Teluk lainnya juga mendapat tekanan ekonomi akibat pengurangan produksi minyak, perekonomian Uni Emirat Arab terus tumbuh.
Menteri Perekonomian UEA mengatakan, PDB di UEA tumbuh 3,7% pada semester I tahun ini, dibantu oleh pertumbuhan di sektor non-minyak. Pendapatan non-minyak tumbuh pada tingkat tercepat dalam empat tahun terakhir, menurut angka PMI terbaru dari S&P. (dc)