JAKARTA, KORANPRABUMULIHPOS.COM - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menekankan bahwa pelecehan seksual termasuk dalam kategori tindak pidana kekerasan seksual.
"Pelecehan seksual termasuk dalam tindak pidana kekerasan seksual. Perlu dicatat bahwa hal ini sudah diatur dalam Undang-Undang," ujar Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Dalam Rumah Tangga dan Rentan, Kementerian PPPA, Eni Widiyanti pada acara "Sosialisasi Setop Tindak Pelecehan di Transportasi Publik" di Jakarta, Senin.
Eni menjelaskan bahwa pelaku pelecehan seksual dapat dikenai hukuman sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. UU ini mencakup pencegahan berbagai bentuk tindak pidana kekerasan seksual (TPKS), penanganan, perlindungan, dan pemulihan hak korban, serta koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta kerja sama internasional untuk efektivitas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
UU ini juga mengatur partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pemulihan korban guna menciptakan lingkungan yang bebas dari kekerasan seksual.
BACA JUGA:Aktris Drakor Minta Maaf atas Insiden yang Dianggap Pelecehan Seksual
BACA JUGA:Astagfirullah, Ada ya Seorang Ayah Tega Jadikan Anaknya Korban Kekerasan Seksual
Kementerian PPPA berkomitmen untuk melindungi perempuan dan anak di semua tempat, termasuk di fasilitas dan transportasi publik. UU TPKS memberikan jaminan hukum bagi perempuan atau anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Selain itu, Kementerian PPPA juga menyediakan layanan pengaduan dan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan.
"Jika terjadi kekerasan atau pelecehan seksual, kasus tersebut dapat dirujuk ke Kementerian PPPA atau Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) di daerah. Kami memberikan layanan rujukan akhir," jelas Eni.
Ia juga mengingatkan bahwa pelaku tindak pidana kekerasan seksual dapat dikenakan hukuman penjara, denda, atau restitusi untuk mengganti kerugian korban. Eni mengimbau masyarakat, terutama perempuan, untuk berani melapor jika menjadi korban atau menyaksikan kekerasan seksual dan meningkatkan kesadaran untuk menciptakan lingkungan yang aman.
"Perempuan harus memiliki pengetahuan dan keberanian untuk berbicara jika mengalami atau menyaksikan tindakan kekerasan," tegasnya.
BACA JUGA:Perilaku Geng Motor Bikin Resah, Ini kata Praktisi Hukum
BACA JUGA:Sosialisasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Ini Pesan Kalapas Sekayu ke Warga Binaan
Direktur Operasi dan Pemasaran KAI Commuter, Broer Rizal, menambahkan pentingnya sosialisasi anti-pelecehan untuk menciptakan lingkungan transportasi publik yang aman. Ia menyebutkan bahwa pada tahun 2024, KAI Commuter mencatat 30 kasus pelecehan seksual yang ditangkap oleh petugas di stasiun atau di commuter line dari Januari hingga Agustus, dan 13 kasus dilaporkan melalui media sosial.
KAI Commuter berkomitmen untuk menekan tindak kriminal, termasuk pelecehan, dengan menerapkan sistem CCTV Analytic yang dapat mengidentifikasi pelaku melalui rekaman wajah. Sistem ini membantu dalam pencegahan tindak pelecehan dan tindak pidana lainnya.
Korban pelecehan juga dapat melaporkan melalui call center 021-121 atau media sosial resmi KAI Commuter. “KAI Commuter akan memberikan dukungan penuh untuk melindungi dan mendampingi korban selama proses hukum,” kata Broer Rizal.