KORANPRABUMULIHPOS.COM - Akhir-akhir ini, bahaya konsumsi minuman manis menjadi sorotan karena dikaitkan dengan meningkatnya kasus cuci darah pada anak muda dan penyakit lainnya. Minuman manis sering dibandingkan dengan rokok yang juga dikenal memiliki risiko kesehatan tinggi. Meski keduanya berbahaya, konsumsi minuman manis dengan kandungan gula berlebih terbukti lebih mematikan karena dapat meningkatkan risiko diabetes melitus.
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis dengan angka kematian tertinggi di Indonesia. Ini menjadikan konsumsi berlebihan minuman manis sebagai gaya hidup yang mematikan.
Menurut data International Diabetes Federation (IDF), jumlah penderita diabetes di Indonesia pada 2021 mengalami peningkatan tajam dalam sepuluh tahun terakhir. Pada 2045, jumlah ini diperkirakan mencapai 28,57 juta, meningkat 47% dari 19,47 juta pada 2021, sebagaimana dikutip dari laman Universitas Gadjah Mada (UGM).
Secara global, sebuah studi baru mengestimasi bahwa gula berkontribusi terhadap 35 juta kematian setiap tahunnya.
Di sisi lain, menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2020, sekitar 225.700 orang di Indonesia meninggal akibat rokok atau penyakit terkait tembakau. Rokok telah lama dikaitkan dengan berbagai penyakit berbahaya seperti penyakit paru, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), dan penyakit jantung.
Mengapa Minuman Manis Sangat Berbahaya?
Shu Wen Ng, PhD, Profesor Nutrisi dari University of North Carolina, dan Barry M. Popkin, PhD, Profesor Nutrisi di UNC Gillings School of Global Public Health, menjelaskan bahwa sebagian besar minuman manis tidak memiliki manfaat nutrisi.
"Sebagian besar minuman manis, termasuk minuman ringan berkarbonasi dan nonkarbonasi, minuman buah, minuman energi dan olahraga, serta minuman susu dan yogurt yang diberi tambahan gula, tidak memberikan manfaat nutrisi apa pun," tulis mereka dalam situs UNC Gillings School of Global Public Health (7/8/2024).
Biasanya, gula dalam minuman manis berbentuk cair yang cepat diserap tubuh melebihi kemampuan hati untuk memprosesnya. Kelebihan gula ini kemudian disimpan di hati sebagai lemak atau glikogen, yang bisa memicu penyakit hati berlemak dan meningkatkan risiko diabetes serta penyakit kronis lainnya.
Mereka juga menambahkan, kalori dari minuman manis biasanya tidak diimbangi dengan pengurangan kalori dari makanan lain, sehingga total asupan kalori seseorang justru bertambah.
"Konsumsi cairan manis tidak membuat kebanyakan orang mengurangi asupan makanan mereka; akibatnya, total kalori yang masuk ke tubuh meningkat," jelas mereka.
Gula tinggi dan kadar insulin yang meningkat dapat menyebabkan obesitas, yang kemudian berkontribusi terhadap penyakit jantung dengan meningkatkan kolesterol dan risiko diabetes. Gula juga dapat mengganggu metabolisme tubuh, meningkatkan tekanan darah, menyebabkan ketidakseimbangan hormon, dan merusak hati.
Efek berbahaya ini masih belum banyak diketahui, terutama di negara-negara berkembang di mana bayi pun diberikan minuman manis sebagai makanan pendamping ASI. Hal ini meningkatkan risiko gizi buruk dan stunting. Bayi yang stunting memiliki risiko lebih tinggi mengalami obesitas dan diabetes di kemudian hari.
Dr. Aseem Malhotra, seorang spesialis jantung terkemuka dari Inggris, mengatakan bahwa minuman manis adalah sumber utama gula bagi anak-anak yang berkaitan dengan puluhan ribu kematian.
"Ini adalah bom waktu kesehatan yang harus diberi label peringatan 'berbahaya bagi kesehatan'," ujarnya.