KORANPRABUMULIHPOS.COM - Perubahan iklim ekstrem semakin memperburuk kondisi Bumi. Peningkatan suhu global telah menyebabkan gelombang panas ekstrem di berbagai wilayah dunia. Pada tahun 2023, suhu rata-rata global mencatat rekor tertinggi sejak era praindustri. Memasuki Juni 2024, suhu rata-rata global kembali mencatat rekor baru, di mana periode Juli 2023 hingga Juni 2024 mencatat kenaikan suhu 1,64 derajat Celsius dibandingkan masa praindustri.
Melalui situs resminya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjelaskan bahwa Bumi saat ini menghadapi tiga tantangan besar, yaitu kehilangan keanekaragaman hayati, perubahan iklim, dan polusi.
Perubahan iklim yang drastis ini berdampak langsung pada masyarakat serta berbagai sektor seperti kesehatan dan ekonomi.
Dampak Ekstrem Perubahan Iklim
BACA JUGA:Cara Disiplin yang Lebih Sehat: Menghindari Dampak Buruk dari Membentak Anak
Menurut Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), perubahan iklim memiliki potensi untuk mengubah variabel-variabel iklim yang dapat memicu dan menyebarkan penyakit. Di Indonesia, dampak perubahan iklim dapat dilihat pada penurunan curah hujan dan suhu yang signifikan, seperti di Maluku, yang menyebabkan peningkatan kasus pneumonia sebesar 96% dan diare sebesar 19%. Di Bali-Nusa Tenggara, kasus demam berdarah melonjak hingga 227% akibat curah hujan yang tinggi.
Perubahan iklim ini juga membawa dampak ekonomi yang signifikan, dengan kerugian di sektor kesehatan diperkirakan mencapai 1,86% atau sekitar 21,6 miliar. Sementara itu, pada sektor air, diproyeksikan kerugian sebesar 7,3% pada tahun 2045. Jika tidak ditangani, perubahan iklim ini dapat mempengaruhi kesehatan generasi sekarang dan mendatang.
Upaya Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca
Menghadapi perubahan iklim yang semakin ekstrem, Indonesia terus berupaya mengurangi deforestasi. Pada periode 2021-2022, pengurangan deforestasi mencapai 8,4%, yang berkontribusi pada pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada tahun 2023 serta membantu mitigasi dampak El Nino.
BACA JUGA:Cara Disiplin yang Lebih Sehat: Menghindari Dampak Buruk dari Membentak Anak
Perhatian utama Indonesia, sejalan dengan komunitas global, adalah pengurangan emisi gas rumah kaca. Melalui Komitmen Nasional yang Ditentukan (NDC) sesuai dengan Persetujuan Paris, Indonesia berkomitmen untuk membatasi kenaikan suhu global dengan mengurangi emisi gas rumah kaca. Target pengurangan emisi pada tahun 2030 adalah sebesar 31,89% melalui upaya sendiri dan 43,20% dengan bantuan internasional.
Indonesia juga telah menyusun visi jangka panjang yang mencakup rencana untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060, yang didorong oleh sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya (FOLU) serta energi. Pemerintah telah menunjukkan komitmen serius dalam penanganan perubahan iklim ini, seperti yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab, pada Desember 2023.
Meskipun demikian, data terbaru menunjukkan bahwa tingkat emisi nasional pada tahun 2022 meningkat sebesar 6,9% dibandingkan tahun 2021. Namun, dibandingkan dengan skenario Business as Usual (BAU) pada tahun yang sama, terdapat pengurangan emisi sebesar 42%.
Inisiatif Adaptasi Iklim
BACA JUGA:Cara Disiplin yang Lebih Sehat: Menghindari Dampak Buruk dari Membentak Anak