JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan kegiatan tangkap tangan dugaan tindak pidana korupsi berupa suap dalam proyek pengadaan jalan di wilayah Kalimantan Timur (Kaltim) 2023.
Penangkapan tersebut dilakukan di Kantor Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kaltim terhadap 11 orang dengan ditemukan uang tunai sekitar Rp525 juta sebagai sisa dari nilai Rp1,4 miliar yang diberikan dalam dugaan suap ini.
KPK selanjutnya menetapkan lima orang Tersangka yaitu NM selaku Direktur CV BS, ANR pemilik PT FPL, HS Staf PT FPL, RF Kepala Satuan Kerja BBPJN Kaltim tipe B, dan RS selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek.
Para Tersangka selanjutnya dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama terhitung mulai 24 November sampai 13 Desember 2023 di Rutan KPK.
Dalam keterangan resmi KPK, Kamis 30 November 2023, dalam konstruksi perkaranya, pada 2023 sesuai data e-katalog dianggarkan dana yang bersumber dari APBN untuk Pengadaan Jalan Nasional Wilayah I di Provinsi Kaltim.
Di antaranya untuk proyek peningkatan Jalan Simpang Batu – Labuan senilai Rp49,7 miliar dan preservasi Jalan Kerang – Lolo – Kuaro senilai Rp1,1 miliar.
Tersangka NM, ANR, dan HS melakukan pendekatan kepada RS agar dimenangkan dalam proyek tersebut dengan kesepakaan adanya pemberian sejumlah uang. RS lalu menyampaikan kepada RF yang kemudian menyetujuinya.
Selanjutnya RF memerintahkan RS memenangkan perusahaan NM, ANR, dan HS dengan manipulasi beberapa item di e-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Adapun besaran pembagian uangnya yaitu RF mendapatkan 7 persen dan RS 3 persen dari nilai proyek.
Pada Mei 2023 NM, ANR, dan HS memulai pemberian uang secara bertahap hingga mencapai sekitar Rp1,4 miliar, yang di antaranya digunakan untuk acara Nusantara Sail 2023.
Tersangka NM, ANR, dan HS sebagai Pihak Pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Tersangka RF dan RS sebagai Pihak Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sistem pengadaan barang/jasa elektronik seharusnya digunakan untuk efektivitas dan efisiensi pengadaan barang/jasa agar prosesnya transparan. Tidak untuk dimanipulasi demi kepentingan pihak tertentu melalui praktik- praktik korupsi.(Disway.id)