KORANPRABUMULIHPOS.COM - Apple kembali mengadakan kampanye "Here's to the Dreamers" untuk memberikan apresiasi kepada para talenta dari Asia Tenggara dengan visi unik.
Salah satu pengembang yang mendapat perhatian adalah MassHive Media dari Bandung, yang menciptakan game Potion Permit, yang digemari di Eropa dan Amerika Serikat.
Andika Pradana, Chief Development Officer (CDO) MassHive Media, menceritakan proses pembuatan Potion Permit pada 2022. Bersama saudaranya, Anggia Lestari, mereka awalnya ingin mengembangkan game simulasi.
Keinginan ini muncul setelah sebelumnya mereka membuat permainan RPG (role-playing game). Namun, mengembangkan RPG membutuhkan banyak sumber daya, sedangkan sumber daya mereka terbatas.
Tantangan yang dihadapi cukup besar. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk mengembangkan game simulasi, yang lebih sesuai dengan kemampuan mereka.
BACA JUGA:Daftar Game PC Diskon Hingga 90% di Epic Games Store
"Game RPG memiliki banyak tantangan, baik dari segi teknis maupun kemampuan, dan pasarnya sangat sulit saat itu. Sepertinya simulasi adalah yang paling cocok dengan keterampilan dan pengetahuan kami saat itu. Jadi, kami memberanikan diri masuk ke sana," ungkap Andika dilansir dari detik.
Namun, dalam proses pengembangan, arah game berubah seiring waktu.
"Hasilnya dari awal hingga akhir berbeda. Awalnya kami ingin membuat game simulasi, tetapi seiring waktu kami mengembangkan ke arah simulasi kehidupan, di mana lebih banyak mengontrol karakternya," ujarnya.
Menurutnya, game simulasi kehidupan relevan dari tahun ke tahun. Akhirnya, MassHive Media semakin yakin dan lahirlah Potion Permit.
Terinspirasi dari Mantan Pacar
Kebanyakan game simulasi kehidupan menampilkan kisah pertanian, seperti Harvest Moon. Andika ingin menghadirkan cerita yang berbeda.
Setelah berpikir keras, mereka memilih tema pengobatan. Selain dianggap relevan di masa depan, ada alasan romantis di balik pilihan ini.
Ternyata, kisah game ini terinspirasi dari profesi mantan pacar Andika yang seorang dokter. Dia ingin menunjukkan bahwa menjadi pahlawan tidak selalu harus memakai baju besi atau membawa pedang. Kadang-kadang, cukup dengan memberikan dukungan dan mampu menyembuhkan orang lain.
"Mantan saya merasa sedikit minder karena teman-temannya dalam waktu tiga tahun sudah bisa membuka bisnis atau bekerja, tetapi dia masih kuliah. Jadi, secara tidak langsung dia agak minder dengan perannya sebagai dokter," kata Andika.