KORANPRABUMULIHPOS.COM - Tawuran merupakan bentuk kekerasan yang di lakukan oleh sekelompok orang, dengan sekelompok orang lain nya. Hal ini sangat merugikan tidak hanya bagi individu yang terlibat, tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan. Maraknya kasus tawuran antar kelompok anak muda sangat membawa pegaruh negatif bagi lingkungan di sekitar, dalam hal ini mereka menggunakan senjata tajam untuk melakukan aksinya. Tawuran antar kelompok anak muda marak sekali terjadi semenjak munculnya geng-geng atau basis anak muda. Mereka merasa bangga jika masyarakat atau orang lain takut dengan geng atau kelompoknya yang mereka dirikan.
Tawuran atau bentrokan antar kelompok terutama di kalangan anak muda masih marak terjadi di Indonesia, bahkan banyak yang menjadi agenda perkelahian turun temurun antar kelompok yang terkenal dengan rivalitas yang tinggi, status sosial yang disandang oleh para remaja sering kali membuat beberapa anak muda yang sebenarnya tidak ingin terlibat dalam tawuran mendapatkan tekanan dari teman-temannya untuk ikut. Kekerasan anak muda ini tentunya akan membawa pengaruh sosial yang buruk terhadap setiap individu yang terlibat.
Tawuran, sebuah kata yang telah menghiasi berita-berita lokal dan nasional, menyisakan jejak kekhawatiran di tengah-tengah masyarakat. Fenomena ini bukanlah hal baru, namun tetap menjadi isu yang menarik perhatian kita, terutama ketika melibatkan kalangan anak muda. Kita menyaksikan di media sosial, berita televisi, dan mungkin bahkan di lingkungan sekitar kita sendiri, bagaimana konflik-konflik kecil antara remaja berkembang menjadi pertikaian massal yang mengancam keamanan publik.
Tawuran antar kelompok anak muda tentu terjadi jika terdapat penyebabnya, berikut ini berbagai faktor penyebab tawuran antar remaja antara lain adalah Ketidakstabilan lingkungan sosial dan ekonomi, Ketidakstabilan ekonomi dalam suatu komunitas dapat menciptakan ketegangan yang meningkat, terutama di kalangan anak muda yang merasakan dampaknya secara langsung. Ketika sumber daya terbatas, persaingan untuk mendapatkannya menjadi lebih intens, memicu konflik antar individu dan kelompok. Faktor-faktor lain seperti pengangguran, kemiskinan, dan kurangnya akses terhadap pendidikan yang berkualitas juga memperburuk kondisi ini.
Pengaruh lingkungan dan media sosial, Lingkungan tempat tinggal dan pergaulan juga berperan penting dalam pembentukan perilaku anak muda. Di lingkungan yang kurang terawat, di mana kegiatan positif sulit diakses, anak muda rentan terhadap pengaruh negatif seperti kenakalan remaja dan tindakan kriminal. Ditambah lagi dengan eksposur yang terus-menerus terhadap konten kekerasan di media sosial, hal ini dapat membentuk persepsi yang salah tentang konflik dan cara menyelesaikannya.
Identitas kelompok dan kekerasan budaya, beberapa tawuran terjadi sebagai akibat dari identitas kelompok yang kuat di kalangan anak muda, seperti kelompok-kelompok geng atau komunitas yang memiliki afiliasi tertentu. Rasa solidaritas dan loyalitas terhadap kelompok seringkali lebih dominan daripada pertimbangan moral atau akal sehat. Kekerasan juga dapat menjadi bagian dari budaya yang dijunjung tinggi di kalangan anak muda, di mana ketangguhan dan dominasi dianggap sebagai nilai yang dihormati.
Kontrol diri yang lemah, kontrol diri merujuk pada ketidakstabilan emosi, emosi ini meliputi mudah marah, frustrasi, dan kurang peka terhadap lingkungan sosialnya. Ketika menghadapi masalah, mereka cenderung melarikan diri atau menghindarinya, bahkan lebih suka menyalahkan orang lain. Kalau pun mereka berani menghadapi, biasanya akan memlih menggunakan cara yang paling instan untuk memecahkan masalahnya.
Gangguan psikologis dan emosional, beberapa anak muda mungkin mengalami masalah psikologis atau emosional seperti depresi, kecemasan, atau kemarahan yang tidak terkendali. Ketidak mampuan mereka untuk mengelola emosi mereka dengan baik bisa memicu konflik dengan kelompok-kelompok lain.
Pertarungan kekuasaan dan identitas, tawuran sering kali terjadi sebagai bentuk persaingan antara kelompok-kelompok yang bersaing untuk mendapatkan dominasi atau reputasi tertentu di lingkungan mereka. Identitas kelompok dan rasa afiliasi yang kuat bisa menjadi pendorong untuk terlibat dalam konflik fisik.
Para kelompok anak muda yang terlibat dalam Tawuran Antar kelompok, akan dikenakan sanksi hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jika terbukti terlibat dalam perkelahian, para kelompok anak muda tersebut akan bertanggung jawab atas perbuatan mereka dan dikenakan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku. Kenakalan remaja dapat mencakup perkelahian antara pelajar dan dikategorikan dalam dua bentuk perilaku anak yang bisa berhadapan dengan hukum. Pertama, status offence, yaitu perilaku kenakalan anak yang jika dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah, atau kabur dari rumah. Kedua, juvenile delinquency, yaitu perilaku anak yang jika dilakukan oleh orang dewasa dianggap sebagai kejahatan atau pelanggaran hukum.
Pada tanggal 6 Desember 2022, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru disahkan menetapkan sanksi pidana dan denda bagi pelaku perkelahian kelompok atau tawuran, sebagaimana diatur dalam Pasal 472 tentang Penyerangan dan Perkelahian secara Berkelompok. Pelaku tawuran dapat dipenjara hingga 2 tahun jika menyebabkan luka berat, dan hingga 4 tahun jika menyebabkan kematian, sebagai bentuk penghormatan bagi korban dan keluarganya serta sebagai upaya pencegahan tawuran antar kelompok anak muda yang semakin marak.
Kemudian, Pasal 45 KUHP menyatakan bahwa anak-anak yang telah mencapai usia 16 tahun dapat diadili di pengadilan. Namun, UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menetapkan batas usia anak yang dapat dijatuhi hukuman atau sanksi pidana yang berbeda secara signifikan dalam Pasal 1 ayat (3).
Dampak tawuran di kalangan anak muda tidak hanya dirasakan oleh para pelaku langsung, tetapi juga oleh masyarakat secara keseluruhan. Salah satu implikasi utamanya adalah perasaan takut dan tidak aman di masyarakat. Ketika tawuran menjadi semakin sering terjadi, orang tua menjadi khawatir akan keselamatan anak-anak mereka, sementara masyarakat umum merasa tidak nyaman dengan kehadiran ancaman kekerasan di lingkungan mereka.
Kerusakan fisik dan properti juga merupakan dampak yang signifikan dari tawuran. Pertarungan fisik antar kelompok anak muda sering kali berujung pada luka-luka serius dan kerusakan pada properti publik dan swasta. Biaya untuk memperbaiki kerusakan ini akhirnya ditanggung oleh masyarakat luas, yang harus memikul beban finansial yang tidak terduga.
Penanggulangan tawuran sendiri harus bersifat inklusif, edukasi dan pengawasan harus secara paralel dilakukan di lingkungan keluarga, sekolah, lingkungan, dan aparat keamanan. Para remaja harus diberikan pengertian bahwa banyak cara positif dalam pembuktian jati diri seperti mengikuti turnamen olahraga, kesenian ataupun bidang akademik lainnya, sekolah sebaiknya secara intensif untuk berkoordinasi dengan orang tua untuk menemukan bakat dan minat yang sesuai bagi setiap siswa dan menyediakan wadah untuk mereka mengekspresikan diri dengan positif, kegiatan konseling untuk menanggulangi konflik pribadi dalam atau luar sekolah sebaiknya dilakukan untuk meregulasi emosi secara efektif. Aparat keamanan pun bisa bekerjasama dengan lingkungan sekitar dengan memberikan penyuluhan keamanan serta menginisiasi perkumpulan organisasi remaja yang bermanfaat bagi warga sekitar agar para remaja memahami bahwa anak muda bisa dan mampu berkontribusi secara positif untuk lingkungan.