JAKARTA, KORANPRABUMULIHPOS.COM – Tekanan publik terhadap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo semakin menguat setelah insiden tragis yang merenggut nyawa seorang pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan.
Affan tewas terlindas kendaraan taktis (rantis) Brimob saat berlangsungnya aksi unjuk rasa di Jakarta, akhir Agustus 2025. Peristiwa ini sontak memicu gelombang kekecewaan masyarakat yang sudah lama menuntut adanya pembenahan serius di tubuh Polri.
Tragedi tersebut bukan hanya dianggap sebagai kecelakaan semata, melainkan simbol dari persoalan yang jauh lebih besar: gagalnya reformasi kultural yang selama ini dijanjikan oleh institusi Bhayangkara. Bagi sebagian pihak, inilah titik kulminasi dari akumulasi kasus kekerasan aparat yang tak kunjung terselesaikan.
Publik Anggap "Polri Presisi" Gagal Menyentuh Akar Masalah
BACA JUGA:Polri Tetapkan 7 Anggota Brimob Tersangka dalam Kasus Tabrakan Maut yang Menewaskan Driver Ojol
BACA JUGA:Tingkatkan Citra Polri, Polda Sumsel Asistensi Bidang Humas Polres Prabumulih
Bambang Rukminto, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), menilai desakan agar Kapolri mundur adalah konsekuensi logis dari rentetan kegagalan reformasi di internal kepolisian.
Menurutnya, slogan Polri Presisi yang digaungkan sejak awal masa jabatan Jenderal Sigit nyatanya belum mampu mengubah perilaku aparat di lapangan. Alih-alih menjadi polisi yang prediktif, responsif, dan transparan, publik justru masih sering melihat wajah represif dari aparat.
“Kasus Affan Kurniawan hanyalah pemantik. Masyarakat sudah jenuh dengan pola lama. Brutalitas aparat yang terekam jelas di depan mata publik membuat kepercayaan semakin runtuh,” ujar Bambang.
Ia menegaskan bahwa tanggung jawab atas kegagalan pembenahan ini tidak bisa hanya dilemparkan kepada anggota di lapangan. Sebagai pucuk pimpinan, Kapolri seharusnya menjadi pihak pertama yang bertanggung jawab dan bersikap ksatria menghadapi desakan publik.
BACA JUGA:Capaskibraka Prabumulih 2025 Mulai Latihan Bersama Pasukan 45 dari Unsur TNI-Polri
BACA JUGA:Kapolri Lakukan Mutasi Besar-Besaran, 61 Pejabat Dimutasi Termasuk Wakapolri dan Kapolda
Pelanggaran HAM dan Sorotan Amnesty International
Dari sudut pandang hak asasi manusia, peristiwa yang menewaskan Affan disebut sebagai bentuk pelanggaran HAM berat. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengecam penggunaan kekuatan berlebihan yang dilakukan aparat.
“Kehilangan nyawa dalam sebuah aksi demonstrasi tidak bisa ditoleransi. Negara justru memiliki kewajiban melindungi warganya, bukan sebaliknya. Insiden ini menunjukkan adanya kegagalan sistemik dalam menjaga hak hidup dan kebebasan berekspresi,” tegas Usman.