PRABUMULIH, KORANPRABUMULIHPOS.COM – Dalam lima tahun terakhir, lahan perkebunan karet di Kota Prabumulih, Sumatera Selatan, tercatat berkurang sekitar 50 hektare.
Penyusutan ini mayoritas disebabkan oleh alih fungsi lahan menjadi kawasan pemukiman serta peralihan ke komoditas lain seperti kelapa sawit dan nanas.
Hal tersebut disampaikan Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pertanian Kota Prabumulih, Alfian SP, saat ditemui belum lama ini.
“Lahan karet kita memang berkurang, namun tidak terlalu signifikan. Sekitar 50 hektare dalam lima tahun terakhir,” ujarnya.
BACA JUGA:Review BLUD RSUD, Pemkot Prabumulih Tekankan Transparansi
Meski menyusut, karet tetap menjadi komoditas unggulan dengan total lahan aktif mencapai 19.000 hektare yang tersebar di berbagai kelurahan dan desa di Prabumulih.
Menurut Alfian, alih fungsi lahan ini paling banyak terlihat di kawasan Kelurahan Sindur dan Karang Jaya, yang kini sebagian besar sudah berubah menjadi kawasan perumahan atau ditanami sawit.
“Pengurangan ini sebagian besar karena alih fungsi menjadi kawasan pemukiman, serta adanya penggunaan tumpang sari,” terang Alfian.
Fenomena ini turut didorong pertumbuhan penduduk, pesatnya pembangunan infrastruktur, dan harga karet yang sering naik turun, membuat sebagian petani mulai melirik komoditas lain yang dianggap lebih menguntungkan.
BACA JUGA:Bangga! Pocil Prabumulih Sabet Juara Harapan 2 di Polda Sumsel
BACA JUGA:Tangis Seorang Ibu di Tengah Reka Adegan: Anakku Tak Kembali, Masa Depan Adiknya Masih Panjang
Kendala terbesar dalam mengendalikan alih fungsi lahan adalah karena sebagian besar kebun karet merupakan milik pribadi.
“Pemerintah tidak bisa serta-merta melarang pemilik untuk mengubah fungsinya,” jelas Alfian.
Untuk menata kembali pola penggunaan lahan, Pemkot Prabumulih tengah menyusun Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Perda ini diharapkan menjadi acuan resmi dalam menetapkan zona pertanian, perumahan, hingga kawasan industri.