USD Dorong Akademisi Berperan Aktif dalam Dinamika Politik Indonesia
Ki-Ka: Rektor USD Albertus Bagus Laksana SJ, Ph.D, bersama para pembicara: Dr. Haryatmoko SJ, Dr. Arie Sudjito, Aria Bima dan moderator, Paulus Sarwoto Ph.D. Foto dok. USD--
JAKARTA - Universitas Sanata Dharma (USD) mendorong perguruan tinggi dan akademisi ikut berperan dalam dinamika politik Indonesia.
Dorongan tersebut terungkap dalam seminar ilmiah dosen dengan tema 'Peran Perguruan Tinggi dan Akademisi dalam Dinamika Politik Indonesia Kini' baru-baru ini.
Seminar yang dimoderatori Paulus Sarwoto, Ph. D. (Magister Kajian Bahasa Inggris), ini mengundang tiga narasumber, yakni Dr. Arie Sudjito, S.Sos., M.Si (Sosiolog dan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Pengabdian Masyarakat UGM), Dr. Johannes Haryatmoko, SJ (Dosen Magister Filsafat Keilahian USD), dan Aria Bima (Wakil Ketua Komisi VI DPR R1 2019-2024)
BACA JUGA:Hasil Seleksi PPPK Guru 2023 Diumumkan, P1 Semringah, tetapi Banyak yang Masih Cemas
Rektor Universitas Sanata Dharma Albertus Bagus Laksana, SJ, SS, Ph.D, mengungkapkan kegiatan ini menjadi rangkaian acara Dies Natalis ke-68 USD sekaligus bentuk keprihatinan kampus dan akademisi terhadap dinamika politik yang berkembang.
Dia menilai dinamika politik dalam kaitannya dengan pemilu akhir-akhir ini menunjukkan pelbagai macam kejutan seperti arah politik yang diarahkan ke kepentingan yang sangat sempit dan kepentingan keluarga dengan memakai jalur-jalur fundamental konstitusional.
"Semoga seminar ini bisa menjadi media untuk ikut berwacana di simpang jalan kritis demi menentukan bangsa ini ke depannya, menyambut Indonesia Emas 2045,” ungkap Romo Bagus dalam pernyataannya dikutip Kamis (21/12).
BACA JUGA:ADB 2023, Apresiasi untuk Kemajuan Kebudayaan Desa
Pada kesempatan sama, Arie Sudjito mengatakan peran kampus adalah sebagai institusi penggerak dan pengawal demokrasi, menuntut perguruan tinggi merumuskan masalah bersama.
Kolaborasi penelitian dan publikasi akademis lintas-perguruan tinggi, membangkitkan kedaulatan produksi pengetahuan dalam negeri dan membangun mazhab kritis bersama, memperkuat publikasi dalam negeri bertaraf internasional, tidak semata melayani publikasi internasional di negara lain.
"Dengan adanya publikasi dan penelitian dan gagasan kritis kolaboratif ke dalam ruang publik kita bisa mengawal demokrasi dan mencegah otokrasi.” ungkap Arie yang menjadi pembicara pertama.
Sementara itu, Johannes Haryatmoko menyampaikan pentingnya penguatan demokrasi melalui upaya menciptakan masyarakat yang kompeten.
BACA JUGA:BKN Sebut PPPK 2023 Tidak Ada Masa Sanggah, Langsung Pemberkasan, NIP Terbit Kapan?
Menurutnya, demokrasi Indonesia saat ini tidak sehat. Pasalnya, tingkat keterpilihan di masyarakat sangat bergantung dengan politik transaksional.