Thunderbolts: Film Antihero Marvel yang Bikin MCU Layak Diperjuangkan Lagi

--

KORANPRABUMULIHPOS.COM – Marvel Cinematic Universe (MCU) kembali mencoba menghidupkan semangat para penontonnya dengan film terbaru bertajuk Thunderbolts — kisah sekelompok karakter antihero yang terikat oleh masa lalu kelam dan trauma yang belum tuntas. Di tengah kritik terhadap arah MCU pasca-Endgame, Thunderbolts justru hadir dengan pendekatan yang lebih membumi dan emosional.

Kisah Yelena yang Hampa

Yelena Belova (Florence Pugh) kini bekerja di bawah Valentina Allegra de Fontaine (Julia Louis-Dreyfus), yang menjabat sebagai Direktur CIA. Misinya kali ini cukup kelam: menghancurkan bukti keterlibatan Valentina dengan perusahaan OXE, yang kini jadi ancaman politik bagi kariernya. Meskipun misi di Malaysia berhasil diselesaikan, Yelena merasa ada kehampaan dalam hidupnya—seolah setiap aksi hanya rutinitas tanpa makna.

Pertemuannya kembali dengan sang "ayah", Alexei (David Harbour), menjadi momen reflektif yang membangkitkan keinginan Yelena untuk melakukan hal yang lebih berarti bagi masyarakat. Namun sebelum ia bisa mewujudkan niat tersebut, Valentina menugaskannya dalam misi terakhir: memantau dan menghabisi agen pengkhianat di fasilitas rahasia OXE.

Bukan Sekadar Tim Antihero Biasa

Perjalanan Yelena dalam misi barunya membawanya bertemu dengan karakter-karakter unik seperti Walker (Wyatt Russell), Ghost (Hannah John-Kamen), dan Bob (Lewis Pullman). Meski Walker dan Ghost dikenal punya kemampuan luar biasa, Bob tampil kontras sebagai sosok "biasa" yang tampak tidak cocok berada di zona bahaya. Namun dari sinilah benih cerita berkembang—hubungan Yelena dan Bob menjadi pusat emosional film ini.

Yang mengejutkan, Thunderbolts tidak terjebak dalam formula “tim antihero penuh aksi”. Sebaliknya, film ini justru menyentuh sisi psikologis para karakternya. Yelena, Ghost, Walker, bahkan Bucky Barnes (Sebastian Stan) nantinya, adalah tokoh-tokoh yang membawa luka lama, menjadikan mereka lebih dari sekadar pahlawan alternatif.

Narasi yang Lebih Dalam dan Serius

Naskah karya Eric Pearson dan Joanna Calo menempatkan isu kesehatan mental sebagai tema besar yang jarang disentuh MCU sebelumnya. Penonton tidak hanya disuguhkan aksi, tetapi juga konflik batin dan rasa bersalah yang membebani para tokoh.

Sutradara Jake Schreier juga menunjukkan kecermatan dalam menjaga keseimbangan antara humor khas MCU dan momen dramatis. Alih-alih memasukkan guyonan di setiap adegan, Thunderbolts tahu kapan harus serius. Hal ini membuat film terasa lebih segar dan tidak melelahkan seperti beberapa judul sebelumnya.

Akting dan Visual yang Meyakinkan

Florence Pugh kembali membuktikan dirinya sebagai salah satu aktris terbaik di MCU saat ini, menjadi pusat emosional film sekaligus penentu arah moral cerita. Di sisi lain, Lewis Pullman tampil mencuri perhatian—menyeimbangkan sisi canggung dan ketegasan dengan sangat apik.

Adegan aksi di film ini pun digarap dengan penuh semangat. Pertemuan pertama antara Yelena, Walker, dan Ghost misalnya, disusun energik tanpa membuat penonton kebingungan. Keputusan untuk menggunakan lokasi nyata juga memberi kesan visual yang lebih realistis dibanding efek CGI berat khas MCU sebelumnya.

MCU Menuju Jalan Baru?

Klimaks Thunderbolts menghadirkan kejutan yang mengingatkan pada film-film dengan pendekatan naratif tak biasa seperti Inception atau Eternal Sunshine of the Spotless Mind. Film ini menjadi sinyal positif bahwa MCU masih memiliki daya tarik ketika kembali ke akar cerita yang kuat, karakter yang manusiawi, dan konflik yang relevan.

Jika film Fantastic Four mendatang mengikuti jejak Thunderbolts, mungkin harapan terhadap kejayaan MCU belum sepenuhnya padam.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan
IKLAN
PRABUMULIHPOSBANNER