CEO Resign-Gaji Pegawai Belum Dibayar, Maskapai India Ini Hampir Bangkrut
Ilustrasi maskapai penerbangan - Foto: (Esa Matinvesi/CNN)--
Jakarta - Maskapai penerbangan India, Go Airlines, berada di ambang 'kematian' atau tutup untuk selamanya. Awan gelap masih menyelimuti perusahaan meski upaya penyelamatan telah dilakukan demi mencegah kebangkrutan perusahaan pada Mei lalu.
Dilansir dari South China Morning Post, Minggu (17/12/2023), peluang Go Airlines bangkit semakin kecil usai Chief Executive Officer (CEO) Kaushik Khona mengundurkan diri pada akhir bulan November lalu.
Pengunduran diri ini dilakukan karena dia merasa tak mampu lagi untuk membuat maskapai tersebut terbang. Selain itu pihak maskapai juga belum bisa membayar gaji karyawan selama 6 bulan. Hal ini membuat pramugari dan pilot Go mencari pekerjaan di tempat lain.
Pada Jumat lalu, Go Airlines mengumumkan lewat sebuah postingan di X (sebelumnya Twitter), bahwa mereka telah membatalkan semua jadwal penerbangan hingga 4 Februari. Hal ini memperpanjang masa larangan terbang yang telah dimulai sejak bulan Mei lalu.
Apabila Go Airlines kolaps untuk selamanya, maka ia akan menjadi maskapai penerbangan India ke-12 yang mengalami bangkrut. Meski, semua maskapai tersebut memiliki basis pelanggan yang besar dan mobilitas yang terus bertambah.
Para pendukung Go pun menyoroti sejumlah kondisi. Pertama ialah tentang tantangan beroperasi dengan biaya yang sangat tinggi, terutama pada bahan bakar. Lalu di saat yang sama, maskapai juga harus menawarkan tarif yang lebih murah.
Satu-satu pembeli potensial maskapai ini, Jindal Power Limited (JPL), juga telah memutuskan untuk tidak mengajukan penawaran. Media lokal melaporkan, Jindal tidak dapat menilai nilai Go karena tidak jelas berapa banyak pesawat yang akan dimilikinya, setelah regulator penerbangan memberi isyarat bahwa pesawatnya harus dikembalikan ke pihak yang menyewakan.
Di samping itu, Go berhutang sekitar 65 miliar rupee (US$ 780 juta) kepada kreditor keuangan pada bulan April, dengan total kewajibannya mencapai 115 miliar rupee. Pengacara Sandeep Bajaj mengatakan, kreditur Go, termasuk Bank Sentral India, Bank of Baroda, dan Deutsche Bank yang dikelola pemerintah, mungkin juga akan menjual asetnya sedikit demi sedikit.
"Proses penyelesaiannya tidak akan berhasil. Perusahaan sudah pada tahap di mana likuidasi diperlukan karena bisnis yang tertutup jarang dapat dihidupkan kembali," kata Bajaj.
Go Airlines didirikan pada tahun 2005 oleh Grup Wadia milik miliarder Nusli Wadia, yang juga menjalankan Britannia Industries dan Bombay Dyeing and Manufacturing. Wadia adalah cucu dari Mohammed Ali Jinnah, pendiri Pakistan.
Chairman of New Delhi-based Starair Consulting Harsh Vardhan mengatakan, untuk mengejar pangsa pasar, Go mengambil utang yang besar untuk membayar sewa pesawat, biaya bandara, dan gaji ketika jet dilarang terbang selama Covid.
Industri penerbangan global sangat terpukul oleh pandemi ini, dengan setidaknya 68 maskapai penerbangan terlibat dalam perlindungan kebangkrutan. Tantangan untuk beroperasi di India menjadi lebih sulit karena lalu lintas penumpang berkurang lebih dari separuhnya.
Kemacetan dalam rantai pasokan memperburuk masalah. Perusahaan sempat menyampaikan, Pratt & Whitney adalah penyebabnya, karena setengah dari armadanya tidak bisa diterbangkan karena menunggu suku cadang dan mesin pengganti. Pratt, salah satu bagian dari RTX Corp, membantah klaim tersebut. (dc)