Yusril: Amnesti Koruptor sebagai Strategi Pemulihan Ekonomi Negara
Amnesti Koruptor sebagai Strategi Pemulihan Ekonomi Negara--Istimewa
JAKARTA, KORANPRABUMULIHPOS.COM – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra memberikan penjelasan terkait pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyatakan akan memberikan maaf kepada pelaku korupsi, asalkan mereka mengembalikan uang yang telah dikorupsi.
Menurut Yusril, langkah ini adalah bagian dari rencana amnesti dan abolisi yang sedang dipersiapkan.
Yusril menjelaskan bahwa rencana tersebut merupakan bagian dari strategi pemberantasan korupsi yang berfokus pada pemulihan kerugian negara (asset recovery).
Strategi ini sejalan dengan Komitmen Indonesia terhadap Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC) yang telah diratifikasi pada tahun sebelumnya.
BACA JUGA:KPK untuk ASN: Tolak Gratifikasi Menjelang Natal
BACA JUGA:Vivo V27 5G vs POCO F5: Kamera, Performa, dan Daya Tahan Baterai!
Ia juga menyatakan bahwa meskipun Indonesia terlambat melakukan penyesuaian hukum, kini pemerintah mulai mengambil langkah untuk menyesuaikan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan konvensi internasional tersebut.
"Sebenarnya, sejak Indonesia meratifikasi konvensi ini setahun lalu, kita seharusnya sudah melakukan penyesuaian terhadap UU Tipikor. Kini, kita mulai melaksanakan kewajiban tersebut," ujar Yusril dalam keterangan resminya pada Kamis, 19 Desember 2024.
Yusril menekankan bahwa langkah ini bukan hanya bertujuan untuk memberantas korupsi secara efektif, tetapi juga untuk memastikan pemulihan kerugian negara.
Menurut pernyataan Presiden Prabowo, individu yang diduga, sedang dalam proses hukum, atau bahkan yang sudah dijatuhi hukuman karena tindak pidana korupsi, dapat memperoleh pengampunan jika mereka dengan sadar mengembalikan kerugian negara akibat tindakan mereka.
Yusril menganggap pernyataan tersebut mencerminkan perubahan filosofi dalam sistem hukuman yang akan diterapkan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional, yang mulai berlaku pada tahun 2026.
Filosofi ini tidak lagi menekankan pada balas dendam atau efek jera semata, tetapi pada keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif.
"Penegakan hukum harus dapat membawa manfaat, bukan hanya memberi hukuman, tetapi juga menghasilkan perubahan positif dalam ekonomi negara. Jika para pelaku korupsi hanya dipenjara, tetapi hasil korupsi mereka tetap berada di luar negeri tanpa kembali ke negara, penegakan hukum tersebut tidak memberikan manfaat besar," tambah Yusril.
Menurutnya, jika uang yang dikorupsi dikembalikan, maka dana tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selain itu, jika pelaku usaha yang terlibat dalam korupsi kembali melanjutkan usahanya dengan cara yang sah, negara juga tetap dapat memperoleh pajak, dan lapangan kerja tetap terbuka.