Sekolah Hancur, Siswa di Palestina Memulai Tahun Ajaran Baru di Tenda

Rabu 28 Aug 2024 - 16:02 WIB
Reporter : Tedy
Editor : Tedy

KORANPRABUMULIHPOS.COM - Setelah hampir 10 bulan serangan pengeboman Israel di Palestina, banyak sekolah hancur atau dialihfungsikan menjadi tempat pengungsian.

Kondisi ini memaksa para siswa untuk mencari cara baru untuk melanjutkan pendidikan mereka.

Diperkirakan sekitar 630.000 siswa di Palestina terpaksa berhenti sekolah karena konflik yang berkelanjutan. Mereka terpaksa meninggalkan sekolah dan berpindah-pindah tempat untuk menghindari serangan.

Pada Selasa (21/8/2024), Kementerian Pendidikan Palestina melaporkan bahwa 186 sekolah di Gaza mengalami kerusakan parah atau hancur total. Meskipun demikian, kementerian memutuskan untuk melanjutkan proses belajar mengajar dengan menggunakan tenda dan melalui metode pendidikan daring.

Namun, dengan genosida yang terus berlangsung, Salama Marouf, juru bicara kantor media pemerintah di Gaza, mengatakan bahwa rencana tersebut sulit direalisasikan.

BACA JUGA:Serangan Israel di Kamp Pengungsi Gaza saat Salat Subuh, Korban Mencapai Ratusan

"Saat ini, tidak mungkin membahas rencana apapun dari otoritas pendidikan di Gaza karena tidak ada kapasitas untuk mengadakan pertemuan atau berkonsultasi mengenai rinciannya," ujarnya seperti dilaporkan oleh The National.

Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), yang mengelola sekolah-sekolah di Jalur Gaza, menyatakan bahwa mereka tidak berencana membuka kembali pendidikan formal dalam waktu dekat.

"Kami tidak memiliki pembaruan baru mengenai dimulainya tahun ajaran, dan sejak 1 Agustus, kami hanya memulai kegiatan hiburan bagi siswa sebagai bagian dari pendidikan nonformal," kata juru bicara lembaga tersebut, Inas Hamdan.

Orang Tua Khawatir Terhadap Dampak Genosida pada Anak-anak

BACA JUGA:Akankah Gencatan Senjata Permanen di Gaza Menjadi Kenyataan?

Orang tua siswa, seperti Rasha Yahya (31), lebih khawatir dengan dampak genosida terhadap anak-anak mereka.

"Ini bukan hanya tentang mereka yang kehilangan pendidikan. Anak-anak di Gaza telah kehilangan ketenangan pikiran, semua kenangan, permainan, dan kehidupan nyaman mereka," kata Yahya, yang memiliki seorang putri berusia 7 tahun.

Yahya mengaku sulit membayangkan kehidupan mereka kembali seperti sebelum perang.

"Anak-anak membutuhkan program besar-besaran yang didukung oleh Kementerian Pendidikan dan UNRWA, untuk membantu mereka memulihkan sebagian kehidupan mereka sebelum perang dan berintegrasi kembali ke dalam proses pendidikan seperti sebelumnya," lanjutnya.

Kategori :