Dampak Panas Ekstrem: Rel Kereta Api Melengkung dan Aspal Meleleh di Berbagai Wilayah

Kamis 08 Aug 2024 - 02:15 WIB
Reporter : Tedy
Editor : Tedy

KORANPRABUMULIHPOS.COM - Perubahan iklim global semakin memprihatinkan dengan cuaca panas ekstrem yang terus memecahkan rekor suhu rata-rata dunia. Pada Juni 2024, lebih dari 1.300 orang meninggal selama ibadah haji tahunan di Arab Saudi akibat suhu panas yang ekstrem, melampaui angka kematian dari tahun-tahun sebelumnya.

Dampak perubahan iklim ini tidak hanya mempengaruhi kesehatan manusia tetapi juga sistem transportasi di berbagai belahan dunia. Gelombang panas yang intens menyebabkan rel kereta api melengkung, permukaan jalan aspal meleleh, dan ban kendaraan pecah.

Selama gelombang panas yang melanda Inggris pada tahun 2022, masalah ini menyebabkan gangguan penerbangan karena landasan pacu yang mencair dan penundaan kereta api akibat rel yang melengkung. Musim panas lalu, penumpang bus di Houston, Texas, harus menunggu di halte dengan suhu yang sangat tinggi, sementara tahun ini, lalu lintas di India terganggu karena aspal jalan yang mencair.

Prediksi menunjukkan bahwa Spanyol juga akan menghadapi masalah serupa. Diperkirakan bahwa pada tahun 2050, Spanyol akan mengalami sekitar 500 kasus rel kereta api melengkung setiap tahunnya, seperti yang dilaporkan oleh Nature. Pada akhir abad ini, biaya tahunan untuk pemeliharaan jalan dan rel di Inggris serta Uni Eropa diperkirakan akan meningkat dibandingkan dengan tahun 2016.

BACA JUGA:Sungai Kelekar Segera Dinormalisasi: Pj Wako Prabumulih Bahas Izin ke Balai Besar Wilayah Sungai

BACA JUGA:Penyandang Disabilitas Dihamili Ayah Tiri, Terungkap Oleh Bibi, Curiga Perut Korban Makin Membesar

Penurunan jumlah penumpang angkutan umum juga tercatat sebagai dampak perubahan iklim sejak tahun 2010-an. Misalnya, pada 2012 dan 2017 di Oregon, terjadi penurunan jumlah penumpang bus sebesar 1,6% di lingkungan berpendapatan rendah pada hari-hari dengan suhu lebih dari 30 derajat Celsius. Sementara di lingkungan berpendapatan tinggi, penumpang bus hampir tidak ada.

Dampak perubahan iklim tidak merata di seluruh dunia, dan sebagian masyarakat mengalami dampak yang lebih besar. Oleh karena itu, pemerintah dan operator transportasi di berbagai kota perlu segera menyiapkan sistem transportasi yang dapat beradaptasi dengan suhu ekstrem.

Namun, upaya untuk mengatasi masalah ini masih terbatas karena tantangan seperti kurangnya pendanaan, keahlian teknis, koordinasi, dan ketidakpastian masa depan. Banyak rencana yang belum berhasil diimplementasikan dengan baik.

Untuk mengatasi dampak panas ekstrem, diperlukan kerangka kerja yang tidak hanya fokus pada respons bencana atau infrastruktur fisik, tetapi juga mempertimbangkan kebutuhan pengguna transportasi. Penerapan sensor suhu dan sistem pemantauan di sepanjang jaringan transportasi, terutama di area yang paling rentan, juga penting.

Teknologi yang dapat mengatur suhu aspal, seperti penyimpanan panas dan penggunaan atap hijau, serta kampanye penanaman pohon dapat menjadi solusi tambahan. Di Los Angeles, California, program Cool LA yang diluncurkan pada tahun 2019 bertujuan untuk membuat 400 kilometer trotoar dingin dan menanam sekitar 2.000 pohon di daerah berpenghasilan rendah.

Edukasi dan kampanye kesadaran juga diperlukan untuk memastikan masyarakat memahami risiko panas ekstrem dan langkah-langkah perlindungan yang harus diambil untuk melindungi diri dan lingkungan. (*)

Kategori :